JAKARTA, KOMPAS.com - Sejarawan Ravando Lie menyebut bahwa sekitar 1918 wilayah Tanah Air ikut dilanda wabah Flu Spanyol.
Namun demikian, kata dia, pada saat itu pemerintah Hindia Belanda terlambat melakukan penanganan. Padahal wabah tersebut telah menjangkiti masyarakat dunia.
"Itu (penanganannya) cukup terlambat karena pada tahun 1920 ketika virus itu sudah mulai tertidur atau mungkin menghilang pada saat itu," kata Ravando di Graha BNPB, Jakarta Pusat, Kamis (30/7/2020).
Baca juga: Soal New Normal, Gubernur Maluku Ingatkan Kasus Flu Spanyol
Menurut Ravando, penyebaran wabah Flu Spanyol tak jauh beda dengan pandemi Covid-19 saat ini.
Pada gelombang pertama terjadinya wabah, pemerintah Hindia Belanda tak menghiraukan.
Padahal, saat itu Konsulat Belanda sudah memperingatkan bahwa wabah Flu Spanyol kemungkinan bakal menyebar sampai ke wilayah Hindia Belanda.
Ketika itu, pemerintah Hindia Belanda berpandangan tak ada yang perlu dikhawatirkan dari wabah tersebut karena dinilai tak mematikan dan tidak separah virus influenza yang terjadi akhir abad 19.
Namun kemudian, virus kian menyebar hingga terjadi pandemi gelombang kedua yang membunuh jutaan orang di dunia.
Ketika itu pemerintah Hindia Belanda baru bergerak dengan membentuk komisi influenza yang bertugas menginvestigasi penyebaran dan mengatur turunnya penumpang di jalur-jalur pelabuhan.
Baca juga: Pandemi Flu Spanyol, Wabah 1918 yang Tewaskan 50 Juta Orang
Sebab, diduga kuat berpindahnya massa melalui pelabuhan menjadi sarana utama penyebaran Flu Spanyol.
Melihat sejarah ini, kata Ravando, ada kecenderungan pandemi yang terjadi di Indonesia kerap terulang polanya. Sementara, tidak ada grand design untuk menghadapi pandemi itu sendiri.
"Dalam penangananya itu terlihat bahwa tidak ada grand design dari pemerintah kolonial pada saat itu sehingga segala macam kebijakannya itu terlihat sangat insidentil, ketika wabah itu terjadi baru kebijakan diambil," ujarnya.
"Sebenarnya itu bisa dirumuskan untuk jangka panjangnya," lanjut Kandidat Doktor Sejarah University of Melbourne itu.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Sejarah Wabah dari Universitas Indonesia Syefri Luwis menyebut, informasi tentang wabah Flu Spanyol tak hanya dibatasi oleh pemerintah Hindia Belanda, tetapi juga negara-negara dunia.
Sebab, wabah itu terjadi ketika Perang Dunia I. Dikhawatirkan menyebarnya informasi mengenai wabah itu bakal melemahkan tentara yang sedang berperang.