Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU 2/2020 Digugat ke MK, Pemohon Persoalkan Judul hingga Prosedur

Kompas.com - 18/06/2020, 21:32 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Undang-undang tersebut berisi tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Salah satu pemohon gugatan ialah perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Mereka menggugat UU itu dari aspek formil dan materil.

Dari aspek formil, pemohon menilai bahwa pembentukan UU tersebut tidak sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur konstitusi.

Baca juga: Perppu 1/2020 Telah Menjadi UU 2/2020, MAKI Kembali Layangkan Gugatan ke MK

Hal ini karena Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang menjadi cikal bakal Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 diterbitkan dan ditetapkan sebagai undang-undang dalam satu masa persidangan DPR.

Perppu itu terbit pada 31 Maret 2020 atau ketika DPR menginjak masa sidang ke-3. DPR kemudian menyetejui Perppu itu ditetapkan sebagai undang-undang pada 12 Mei 2020 atau pada masa sidang ke-3 pula.

Padahal, menurut pemohon, mengacu pada Pasal 22 UUD 1945, terbitnya suatu Perppu dan penetapannya sebagai UU tidak boleh dalam satu masa persidangan DPR.

"Bahwa pengesahan Perppu a quo menjadi UU tidak sah karena dibahas pada masa sidang DPR sekarang, di mana seharusnya dibahas pada masa sidang DPR yang berikutnya. Dengan demikian penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi UU adalah tidak sah dan batal," kata Kuasa Hukum pemohon, Rizky Dwi Cahyo Putra, dalam sidang pendahuluan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (18/6/2020).

Dari aspek materil, pemohon menyoal tiga ayat dalam Pasal 27 UU Nomor 2 Tahun 2020.

Baca juga: Di Riau, Ditemukan Klaster Baru Penularan Covid-19 dari Karyawan Bank

Ketiga ayat pada pasal itu pada pokoknya mengatur bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah dalam program pemulihan ekonomi bukan merupakan kerugian negara. Kemudian, pemerintah dan pejabat yang menjalankan kebijakan ini tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata.

Menurut pemohon, keberadaan pasal itu akan membuat para pejabat terkait kebal hukum.

"Pasal 27 UU a quo menjadikan penguasa pejabat yang disebut seperti KKSK (Komite Stabilitas Sitem Keuangan), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), BI (Bank Indonesia), Menteri Keuangan dan lain-lain akan menjadi kebal hukum, tidak bisa dituntut secara hukum perdata, pidana, maupun PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," ujar Rizky.

"Ketentuan a quo akan menjadikan penguasa atau pejabat menjadi manusia setengah dewa, otoriter, tidak demokratis," lanjut dia.

Baca juga: APD Langka dan Mahal, Tenaga Kesehatan Gugat Dua UU Ini ke MK

Oleh karena alasan-alasan tersebut, pemohon meminta MK menyatakan bahwa UU Nomor 2 Tahun 2020 tidak sah, atau setidaknya menyatakan Pasal 27 UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam persidangan yang sama, MK juga menguji UU Nomor 2 Tahun 2020 yang dimohonkan oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com