Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denny Indrayana Nilai Revisi UU Luluh Lantakkan Independensi KPK

Kompas.com - 12/02/2020, 19:02 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sudah tidak lagi independen.

Tidak independennya KPK setidaknya disebabkan oleh dua hal, yaitu ditempatkannya lembaga antirasuah itu ke dalam rumpun eksekutif dan keberadaan dewan pengawas KPK.

Hal ini Denny sampaikan saat menjadi ahli dalam sidang pengujian Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (12/2/2020).

Baca juga: Di Sidang MK, Busyro Muqoddas Sebut Ada Upaya Merusak Independensi KPK

"Salah satu ruh dalam KPK sendiri itu adalah independensi. Itulah KTP-nya, genetiknya dari KPK. Jika tidak ada independensi maka sebenarnya tidak ada lembaga KPK," kata Denny.

"Nah, persoalan dengan revisi UU KPK dan dewan pengawas salah satu persoalannya terletak pada bagaimana dia menghancurkan, meluluhlantakkan prinsip independensi," lanjutnya.

Denny mengatakan, menempatkan KPK di rumpun eksekutif membuat lembaga antirasuah itu menjadi tidak lagi independen.

Dalam beberapa putusan MK pun telah ditegaskan bahwa KPK seharusnya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya.

Selain itu, membentuk dewan pengawas yang dibekali kewenangan memberikan atau tak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan, juga telah merusak tataran independensi KPK itu sendiri.

Menurut Denny, memang kinerja KPK seharusnya mendapat pengawasan. Tetapi menjadi masalah jika pengawasan dilakukan oleh pihak eksternal.

"Karena itu kami melihat dewan pengawas yang coba dicarikan dasarnya sebagai mekanisme internal KPK ini merupakan satu ikhtiar atau satu upaya yang harus dimaknai sebagai bentuk sebenarnya mengerdilkan atau bahkan meniadakan KPK," ujar Denny.

Oleh karenanya, atas perubahan-perubahan yang diatur dalam revisi UU KPK ini, Denny menilai adanya upaya untuk membunuh KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.

Baca juga: Di Sidang MK, Denny Indrayana Singgung soal Lobi di Balik Revisi UU KPK

"Kami sampai pada kesimpulan Revisi UU KPK pada dasarnya adalah politik hukum membunuh KPK," kata Denny.

Untuk diketahui, sejak direvisi pada September 2019, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah beberapa kali digugat ke Mahkamah Konstitusi.

Gugatan itu dimohonkan oleh sejumlah pihak, mulai dari pegiat antikorupsi, advokat, akademisi, hingga mantan petinggi KPK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com