JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas khawatir berbagai proyek pemerintah terkait pembangunan infrastruktur akan dicederai praktik korupsi.
Sebab, sejak Undang-Undang KPK direvisi, KPK ditempatkan pada rumpun kekuasaan eksekutif.
Atas dasar hal tersebut, menurut Busyro, bukan tidak mungkin proyek pembangunan terancam kekuatan korup.
Baca juga: Soal KPK Dilibatkan Revisi UU KPK, Laode: Pak Arteria Pasti Berbohong
Pernyataan ini Busyro sampaikan saat menjadi ahli dalam sidang pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (12/2/2020).
"Bukan tidak mustahil kasus-kasus mega infrastruktur lain akan terancam dari pengaruh-pengaruh, dari intensitas, kekuatan-kekuatan korup," kata Busyro.
"Dan saya sangat khawatir jika itu juga mengenai proyek-proyek besar pemerintah kita, misal rencana pemindahan ibu kota," tuturnya.
Busyro mengatakan, hingga saat ini, masih ada sejumlah kasus megakorupsi yang belum tuntas penyelesaiannya. Mulai dari kasus e-KTP, Hambalang, BLBI, hingga megaproyek Meikarta.
Baca juga: Jawab Arteria, Agus Rahardjo: Sejak Awal Gugat UU KPK Kami sebagai Warga yang Dirugikan
Dengan masuknya KPK dalam rumpun eksekutif, Busyro khawatir kasus-kasus tersebut akan semakin sulit diselesaikan.
Menurut dia, menempatkan KPK menjadi bagian dari eksekutif justru merusak independensi KPK sendiri. Hal ini dinilai sebagai bagian dari upaya pelemahan lembaga antirasuah itu.
"Bahwa hadirnya pasal-pasal sebagaimana tersebut di atas merupakan bentuk pelemahan terhadap KPK dan menunjukkan adanya upaya sistematis menolak gerakan pemberantasan korupsi," ujar Busyro.
Busyro mengatakan, tidak ada satu pun hubungan kausalitas yang membenarkan bahwa upaya peningkatan fungsi koordinasi antara KPK, kejaksaan dan kepolisian dapat dilakukan dengan mereposisi kedudukan KPK menjadi bagian dari eskekutif.
Baca juga: Tujuh Pembelaan Pemerintah dan DPR atas Revisi UU KPK...
Oleh karena itu, telah terjadi distorsi pada Pasal 1 Angka 3 UU KPK yang mengatur bahwa KPK termasuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif.
Ia menyebutkan, pada dasarnya KPK justru dibentuk untuk menghindarkan pengaruh kekuasan rezim dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Lahirnya KPK sebagai Lembaga independen agar agenda pemberantasan korupsi tidak terjebak pada konflik kepentingan terutama dalam penanganan kasus-kasus besar yang melibatkan rezim kekuasaan," kata dia.
Baca juga: 2 Permohonan Pengujian UU KPK Hasil Revisi Ditolak MK, Ini Rinciannya
Untuk diketahui, sejak direvisi pada September 2019, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah beberapa kali digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Gugatan itu dimohonkan oleh sejumlah pihak, mulai dari pegiat antikorupsi, advokat, akademisi, hingga mantan petinggi KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.