JAKARTA, KOMPAS.com - Permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Mahkamah enggan mengabulkan gugatan pemohon yang meminta supaya MK menghapus frasa "sudah pernah kawin" dalam persyaratan pemilih pilkada. Alasannya beragam.
Putusan ini pun mengundang kekecewaan dari pemohon, yang tidak lain adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta Koalisi Perempuan Indonesia (KPI).
Meski begitu, mereka sudah punya rencana lainnya untuk terus memperjuangkan penghapusan frasa ini.
MK menolak membatalkan syarat "sudah pernah kawin" sebagai salah satu kondisi seseorang dapat dinyatakan sebagai pemilih dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Persyaratan tersebut dimuat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, khususnya Pasal 1 ayat 6.
Pasal tersebut berbunyi, "pemilih adalah penduduk yang berusia paling rendah 17 tahun atau sudah/pernah kawin yang terdaftar dalam pemilihan".
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Ketua Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020).
Mahkamah berpandangan, gugatan yang dimohonkan oleh (Perludem) bersama Koalisi Perempuan Indonesia itu tidak beralasan menurut hukum.
Dalil pemohon yang menyebutkan bahwa syarat tersebut menimbulkan ketidakadilan, oleh Mahkamah dipandang tidak tepat.
Pasalnya, "sudah pernah kawin" bukan satu-satunya syarat seseorang dapat dinyatakan mempunyai hak pilih dalam pilkada. Ketentuan tersebut hanya alternatif dari diberlakukannya dua syarat lainnya, yaitu seseorang yang telah berusia 17 tahun dan memiliki KTP elektronik.
Dalam Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pun telah diatur bahwa syarat seseorang mendapatkan KTP salah satunya adalah telah atau pernah kawin.
"Dengan dasar pertimbangan tersebut, norma pasal yang dimohonkan pengujiannya tidak berkorelasi dengan ketidakadilan sebagaimana didalilkan pemohon. Keadilan bukan berarti harus sama secara keseluruhan," ujar Hakim Suhartoyo.
Mahkamah juga membantah dalil pemohon yang menilai syarat tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum lantaran batas minimal usia seseorang ditetapkan sebagai pemilih 17 tahun, sedangkan syarat usia minimal seseorang kawin adalah 19 tahun.
Baca juga: MK Tolak Batalkan Syarat Sudah Pernah Kawin untuk Pemilih Pilkada
Menurut Mahkamah, syarat usia minimal kawin yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan itu memiliki dispensasi. Seseorang dengan kondisi tertentu dapat melakukan perkawinan meskipun belum berusia 19 tahun.