Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem Kecewa MK Menolak Hapus Syarat Kawin untuk Pemilih Pilkada

Kompas.com - 29/01/2020, 20:26 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengaku kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi Pasal 1 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

Uji materi tersebut menyoal tentang syarat "sudah pernah kawin" sebagai salah satu kondisi seseorang bisa mendapatkan hak pilih dalam Pilkada.

Titi menilai, MK sangat konservatif karena menolak permohonan yang ia ajukan bersama Koalisi Perempuan Indonesia ini.

"Kami tentu cukup menyayangkan bahwa MK menggunakan pendekatan yang bisa dikatakan sangat konservatif dan sederhana di dalam memaknai parameter kedewasaan warga negara," kata Titi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (29/1/2020).

Menurut Titi, alih-alih melihat permohonannya secara menyeluruh, MK justru menggunakan pendekatan yang sangat administratif dalam membuat putusan.

 

Baca juga: MK Tolak Batalkan Syarat Sudah Pernah Kawin untuk Pemilih Pilkada

Dalil Pemohon yang menyebutkan bahwa syarat "sudah pernah kawin" akan menimbulkan ketidakadilan, dibantah oleh MK menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

MK memandang, "sudah pernah kawin" bukan satu-satunya syarat seseorang dapat dinyatakan mempunyai hak pilih dalam Pilkada.

Ketentuan tersebut hanya alternatif dari diberlakukannya dua syarat lainnya, yaitu seseorang yang telah berusia 17 tahun dan memiliki KTP elektronik.

Sementara untuk mendapatkan e-KTP sendiri, dalam Pasal 63 Ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan, diatur bahwa salah satu syaratnya adalah telah atau pernah kawin.

"Pendekatan yang sederhana dan konservstif ala MK bahwa kedewasaan adalah perkawinan ini semakin kemudian bisa mendorong permisifisme perkawinan usia anak," ujar Titi.

Tidak hanya itu, dalil Pemohon mengenai munculnya diskriminasi dari syarat "sudah pernah kawin" juga hanya dinilai MK dari aspek hak asasi manusia.

Bahwa karena Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM tak mengatur status perkawinan, seolah syarat tersebut tak diskriminatif.

Baca juga: MK: UU Pemilu dan UU KPK Baru Paling Banyak Digugat Selama 2019

Padahal, terdapat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 atau Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi yang bisa digunakan, karena di dalamnya menyebutkan tentang bentuk diskriminasi dalam status perkawinan.

Sejalan dengan Titi, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari menyayangkan MK yang memaknai kedewasaan seseorang dari status perkawinannya.

Menurut Dian, dengan memberikan hak pilih kepada anak yang sudah pernah kawin, justru muncul beban politik yang sebenarnya belum sanggup dipikul oleh anak-anak sekalipun ia sudah pernah kawin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com