Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Sebut Ada Modus Penipuan di Balik Kasus Wahyu Setiawan, KPK: Terlalu Dini

Kompas.com - 20/01/2020, 15:02 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menilai terlalu dini bila menganggap ada modus penipuan dalam kasus suap yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Hal itu disampaikan Ali menanggapi pernyataan pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih yang menyebut ada modus penipuan dalam kasus tersebut.

"Saya kira terlalu dini menyimpulkan demikian," kata Ali kepada wartawan, Senin (20/1/2020).

Baca juga: Permakelaran PAW: Kecurigaan Wahyu Setiawan, Pengakuan Ketua KPU, Bantahan PDI-P

Ali menuturkan, KPK masih akan terus mendalami dan mengembangkan bukti-bukti permulaan yang didapat dalam operasi tangkap tangan terhadap Wahyu, dua pekan lalu.

"Tidak menutup kemungkinan untuk meminta pertanggungjawaban pihak lain atas dugaan penyuapan yang melibatkan mantan komisioner KPU tersebut," ujar Ali.

Sebelumnya, dikutip dari Tribunnews.com, Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang, Yenti Garnasih menduga ada modus penipuan dalam kasus dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Dalam kasus ini, diduga politikus PDIP Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan untuk memulus proses dirinya menjadi anggota DPR RI melalu proses PAW.

Baca juga: Fakta Sidang Etik Wahyu Setiawan: Diberhentikan Tetap hingga Ketua KPU Kena Teguran

Dalam kasus ini, Yenti Garnasih menyoroti fakta dimana kedua pihak sebenarnya telah sama-sama mengetahui kalau keputusan KPU terkait PAW harus diambil secara kolektif kolegial atau bersama dengan seluruh Komisioner KPU dalam rapat pleno.

Namun, Wahyu Setiawan diduga berusaha tetap meminta uang kepada Harun Masiku dengan iming-iming dapat memuluskan langkah Harun Masiku melaju ke Senayan.

Padahal, KPU RI sendiri telah menyatakan, permohonan PDI Perjuangan (PDIP) terkait pengganti antar waktu atau PAW dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku tidak bisa dikabulkan.

"Saya berpikir bahwa penipuan itu salah satu modusnya, ada korupsinya tetapi kalaupun pakai pasal korupsi harus sesuai dengan unsur yang ada," kata Yenti Garnasih usai diskusi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).

Baca juga: Cerita Ketua KPU soal Permakelaran PAW yang Diungkap Wahyu Setiawan...

Untuk itu, Yenti menilai KPK harus memerinci terkait kronologi dugaan kasus suap Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan, misalnya dengan merujuk pada hasil penyadapan.

Menurut Yenti, hal itu perlu dijelaskan guna mengetahui modus sebenarnya di balik kasus dugaan suap Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan.

"Meski inisiatif dari penyuap, bisa jadi di kronologi berikutnya mungkin penyuap mau mundur, malah dari KPU yang menawarkan atau malah memeras. Kemudian bagaimana pada akhirnya penyuap memberikan padahal menurut KPU tidak mungkin kalau tidak kolektif kolegial," kata Yenti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com