Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usulan Revisi UU Tipikor, Warisan Agus Rahardjo Dkk di Ujung Masa Jabatan

Kompas.com - 20/12/2019, 08:15 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis kajian akademik dan usulan draf revisi Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang disusun bersama oleh KPK dan pakar dari sejumlah perguruan tinggi, Kamis (19/12/2019).

Kajian dan draf itu seolah-olah menjadi warisan pimpinan KPK periode 2015-2019 yang akan menyelesaikan masa jabatannya pada Jumat (20/12/2019).

"Hari ini pimpinan berlima akan menulis surat kepada presiden dan DPR untuk memasukkan usulan atau draf RUU Tipikor ini. Sebelum kami meninggalkan kantor KPK," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat peluncuran hasil kajian dan draf tersebut, Kamis kemarin.

Baca juga: Dianggap Bunuh Inovasi, Korupsi Sektor Swasta Diusulkan Masuk UU Tipikor

Agus mengatakan, KPK mengusulkan revisi UU Tipikor karena UU Tipikor yang berlaku saat ini tidak sejalan dengan Konvensi PBB Antikorupsi.

"Kalau kita melihat Undang-Undang Tipikor kita, salah satu kritik yang sangat kuat adalah undang-undang itu belum selaras dengan United Convention Against Corruption yang kemudian juga di-declare oleh PBB dan sudah kita ratifikasi," kata Agus di Gedung Merah Putih KPK, Kamis siang.

Agus menuturkan, kendati sudah diratifikasi, konvensi tersebut belum dimasukkan ke undang-undang yang berlaku.

Oleh sebab itu, usulan revisi UU Tipikor mencantumkan beberapa poin yang diatur dalam Konvensi PBB Antikorupsi.

Baca juga: KPK Rilis Kajian dan Draf Revisi UU Tipikor, Cantumkan Korupsi Sektor Swasta hingga Perdagangan Pengaruh

Beberapa poin yang dimaksud antara lain korupsi di sektor swasta, korupsi berupa perdagangan pengaruh (trading in influence), hingga redefinisi penyelenggara negara.

Agus menyebutkan, poin-poin di atas sudah diterapkan di sejumlah negara. Misalnya, Corrupt Practices Investigation Bureau (KPK-nya Singapura) yang menindak praktik suap di sektor publik.

"Bahkan sampai yang namanya sopir truk memberikan tip, memberikan gratifikasi ke operator forklift yang hanya 1 Dollar, itu menjadi urusan korupsi," ujar Agus.

Ahli hukum dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan mengatakan, korupsi di sektor swasta turut merugikan publik sehingga mesti ikut diatur dalam UU Tipikor.

"Menurut saya, korupsi sektor swasta itu membunuh kompetisi dan akhirnya membunuh inovasi karena orang enggak perlu kreatif, nyogok aja, selesai dia bisa menangkan kompetisi. Ini sungguh berbahaya bagi bangsa," kata Pohan.

Baca juga: UU Tipikor dan Upaya Pemberantasan Korupsi

Pohan menilai, perang terhadap korupsi dan perilaku koruptif baru berlangsung di sektor pemerintahan saja dan belum menyentuh sektor swasta.

Padahal, menurut Pohan, perilaku koruptif sudah menjangkiti segala sektor sehingga tidak ada sektor yang bebas dari perilaku koruptif, termasuk sektor swasta.

"Gagasan kriminalisasi ini diharapkan juga bisa menumbuhkan semangat pencegahan di kalangan swasta," ujar Pohan yang merupakan salah satu anggota tim penyusun.

Baca juga: KPK Sebut RKUHP Lebih Lunak Dibandingkan UU Tipikor

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com