JAKARTA, KOMPAS.com - Dua anggota Panitia Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Kementerian Agama (Kemenag) Khasan Effendy dan Kuspriyo Murdono mengungkap adanya indikasi pengubahan nilai demi meloloskan Haris Hasanuddin ke peringkat tiga besar calon Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur.
Hal tersebut diungkapkan keduanya ketika menjadi saksi untuk mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy, terdakwa kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan Kemenag Jawa Timur.
Awalnya, Jaksa KPK Ariawan Agustiartono menunjukkan dokumen hasil rekapitulasi nilai para calon pejabat tinggi Kemenag.
"Ini nilainya yang Pak Haris di sini 95, 90 dan 95. Seingat Bapak Khasan kalau nilai itu dirata- ratakan ketemu enggak angka ini?" tanya jaksa Ariawan ke Khasan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
"Seingat saya, enggak ketemu kalau di saya. Saya ngasih 65 kok, Pak. Itu enggak bisa diproses," jawab Khasan.
Baca juga: Saat Hakim Singgung Saksi Sidang Romahurmuziy soal Lempar Batu Sembunyi Tangan
Khasan mengungkapkan, pada awalnya ia heran mengapa Haris bisa masuk ke dalam seleksi tes wawancara. Sebab, Haris pernah terkena sanksi disiplin PNS sehingga tak berhak ikut dalam seleksi wawancara.
Namun, akhirnya Khasan memutuskan tetap mewawancarai Haris dan menilai makalahnya sesuai wewenang dia selaku anggota Pansel.
Karena pernah terkena sanksi disiplin, Khasan saat itu memberi nilai 65, di bawah standar minimal untuk lolos dalam seleksi lanjutan.
"Makanya saya tulis catatan jangan dilanjutkan, itu tintanya warna biru. Saya menilainya di bawah 70. Drop, itu artinya sudah tidak bisa dilanjutkan. Itu sebagai sikap saya selaku Pansel. Saya harus komitmen itu," lanjut dia.
Khasan menduga ada upaya pihak tertentu untuk mengubah nilai Haris. Pada waktu itu ada salah satu panitia menghubungi dirinya.
Baca juga: Eks Kepala Kemenag Gresik Mengaku Serahkan Uang Rp 50 Juta untuk Romahurmuziy
Anggota panitia itu mengungkapkan kepadanya bahwa ada satu makalah calon yang belum dinilai. Ia pun menginstruksikan orang tersebut datang menemuinya untuk membawa berkas itu agar dicek.
"Ada namanya Farid, bilang ini ada sisanya satu. Saya bilang tolong bawa makalahnya, datanglah ke saya, saya tanda tangan. Ternyata di belakangnya ada blanko (penilaian) kosong. Saya pikir itu untuk perangkapan," kata Khasan.
"Ternyata itu di akhir saya tahu itu modus melakukan katrol nilai. Tapi waktu itu dibilang untuk arsip, posisinya saat itu jelang pleno. Saya waktu itu kan sudah kabur pikirannya, saya tanda tangan, saya pikir satu ternyata rangkap, Pak," sambung dia.
Sementara itu, Kuspriyo mengatakan bahwa saat menilai Haris, ia memberikan skor antara 70 hingga 74. Berbeda dengan Khasan, Kuspriyo mengaku, tak ditemui oleh pihak tertentu.
Baca juga: Hakim Tipikor Tegaskan KPK Berwenang Tangani Perkara Romahurmuziy
Begitu mengetahui rekapitulasi akhir nilai Haris mencapai skor 90 ke atas, Kuspriyo pun merasa tersinggung.