Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ajukan Uji Materi ke MK, ICW-Perludem Usul Jeda 10 Tahun bagi Eks Napi Korupsi Maju Pilkada

Kompas.com - 08/10/2019, 14:15 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) serta Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan agar mantan narapidana korupsi yang akan mencalonkan diri jadi kepala daerah diberi jeda waktu 10 tahun sebelum maju lagi.

Kuasa Hukum ICW-Perludem Donal Fariz mengatakan, usulan tersebut tengah dipertimbangkannya dalam uji materi terhadap Pasal 7 Ayat 2 Huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebab, Putusan MK Nomor 42 Tahun 2015 telah menganulir Putusan MK Nomor 4 Tahun 2009 yang sebelumnya memberi jeda waktu 5 tahun bagi mantan terpidana korupsi maju pilkada.

Baca juga: ICW-Perludem Uji Materi UU Pilkada soal Masa Jeda Eks Koruptor Nyalon Setelah Bebas dari Penjara

Putusan Nomor 42 Tahun 2015 itu menjadi dasar bagi Pasal 7 Ayat 2 Huruf g dalam UU Pilkada.

Berdasarkan pasal itu, mantan terpidana kasus korupsi diberi kesempatan maju kembali sebagai calon kepala daerah tanpa jeda waktu. 

"Maka kami meminta pasal yang lama dikembalikan lagi ke syarat jeda paling tidak 5 tahun, tapi kami mempertimbangkan bisa saja jedanya lebih tinggi, sampai dengan 10 tahun," kata Donal setelah sidang perdana uji materi tersebut di MK, Selasa (8/10/2019).

Dia mengatakan, karena putusan MK Nomor 42 Tahun 2015 itulah, putusan MK yang sebelumnya sudah memberikan jeda waktu lima tahun bagi mantan narapidana korupsi untuk nyalon kembali ditiadakan. 

"Jadi yang awalnya jedanya lima tahun, dengan menggunakan logika satu siklus pemilu, kami berharap MK memberikan jeda waktu lebih panjang, yaitu dua siklus pemilu untuk calon kepala daerah yang status mantan terpidana kasus korupsi, baru boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah," kata dia.

Tujuan usulan tersebut, kata dia, supaya demokrasi di Indonesia lebih sehat.

Dengan demikian, ia berharap kasus Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang terjerat kasus korupsi dua kali tidak terjadi lagi. 

Dalam kasus tersebut, Muhammad Tamzil terjerat korupsi dana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004 dan ditahan pada 2014.

Kemudian, dia bebas pada 2015. Ia lalu mencalonkan diri kembali sebagai bupati Kudus pada Pilkada 2018 dan kembali terpilih.

Baca juga: Ini Saran Kemendagri Bagi Pemda yang Belum Teken Anggaran Pilkada 2020

Kini, dia tersandung kasus korupsi kembali dalam dugaan jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.

Adapun bunyi Pasal 7 Ayat 2 huruf g UU No 10/2016 yaitu "Calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: G. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com