Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas Perempuan Minta DPR Bikin Pansus Lintas Komisi Rampungkan RUU PKS

Kompas.com - 01/10/2019, 14:29 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengharapkan anggota DPR RI periode 2019-2024 membentuk panitia khusus lintas komisi untuk membahas Rancangan Undang-undang Penghapus Kekerasan Seksual (RUU P-KS).

"Kami berharap ke depan RUU P-KS tidak hanya dibahas oleh satu komisi saja, tetapi lintas komisi. Karena persoalan kekerasan seksual itu bukan soal persoalan perempuan saja, melainkan berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, dan lainnya," ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana dalam konferensi pers di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Baca juga: Politisi Golkar: Penundaan Pengesahan RUU PKS Erat Kaitannya dengan RKUHP

 

Azriana menjelaskan, pihaknya menolak jika Badan Musyawarah DPR periode baru ini kembali menunjuk Komsi VIII untuk membahas RUU P-KS.

Diketahui, Komisi VIII membidangi soal agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan.

"Kita harapkan Bamus tidak tunjuk Komisi VIII lagi untuk bahas RUU P-KS oleh anggota parlemen yang baru dan dibahas pansus lintas komisi. Namun, jika tidak memungkinkan dibahas lintas komisi, maka RUU P-KS sebaiknya dibahas oleh komisi yang membidangi hukum dan HAM," jelasnya.

Baca juga: Setelah 2 Tahun, DPR dan Pemerintah Akhirnya Bentuk Tim Perumus RUU PKS

 

Ia menuturkan, berdasarkan catatan Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2018 panitia kerja RUU P-KS Komisi VIII telah melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah pakar, ormas agama, masyarakat sipil, dan Komnas Perempuan.

Namun demikian, lanjutnya, hingga akhir masa tugas anggota parlemen periode 2014-2019 selesai, RUU P-KS tidak dibahas dan tidak disahkan.

"Berangkat dari itu, Komnas Perempuan mendorong pembahasan lewat pansus lintas komisi. Komnas juga mendesak DPR RI masukkan RUU P-KS dalam Prolegnas prioritas tahun 2020," imbuh Arziana.

Baca juga: Kekeliruan Memahami RUU PKS, Dianggap Liberal dan Tak Sesuai Agama

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menilai RUU P-KS berkaitan erat dengan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Karenanya, pengesahan RUU P-KS juga akan mengikuti pengesahan RKUHP yang tertunda.

"Kita menyepakati untuk perspektif korban terkait dengan payung hukum bagi tindak pidana kekerasan seksual pada prinsipnya kami sepakati. Namun kita harus menyesuaikan dengan semangat dari atau hal yang diatur dalan terutama UU induknya yaitu RUU KUHP," ujar Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Kompas TV Selama masa bakti 2014-2019, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan 91 RUU menjadi UU. Hal itu disampaikan oleh Ketua DPR periode 2014-2019, Bambang Soesatyo dalam rapat paripurna terakhir, Senin (30/9/19). 91 RUU terdiri atas 36 RUU dari daftar prolegnas 2015-2019 dan 55 RUU kumulatif terbuka. Bamsoet sebut, ada sejumlah RUU prioritas yang belum diselesaikan. RUU itu mulai dari RUU tentang Pertanahan, RUU tentang Daerah Kepulauan, RUU tentang Kewirausahaan Nasional, RUU tentang Desain Industri, RUU tentang Bea Materi. Kemudian, RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, RUU tentang Pertembakauan, dan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan. Salah satu alasan tak tercapai karena waktu dan sering deadlock antara DPR-pemerintah. #RUUKPK #PelantikanDPR #RUUKUHP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com