JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mempersilakan Presiden Joko Widodo jika ingin mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Namun, ia menilai rencana tersebut belum jelas karena presiden baru mempertimbangkan untuk mengeluarkan perppu.
"Makanya kita lihat dulu, benar enggak presiden mau mengeluarkan perppu. Kan ngomongnya baru mempertimbangkan. Mempertimbangkan kan bisa iya bisa tidak," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9/2019).
Baca juga: Mensesneg Antisipasi Keputusan Presiden Terbitkan Perppu KPK
Ia mengatakan, saat ini bola ada di tangan presiden. Menurut Fadli, proses legislasi di DPR sudah selesai sehingga parlemen tak bisa melarang presiden mengeluarkan perppu.
Meskipun, nantinya, perppu tersebut akan dibawa ke DPR untuk disetujui sebagai undang-undang.
Ia menilai, sah saja bila presiden mengeluarkan perppu jika memang melihat ada kegentingan yang memaksa terkait Undang-Undang KPK hasil revisi.
"Menurut saya bola di tangan presiden. Presidenlah yang sekarang ini mempunyai kuasa terhadap UU KPK. Proses di DPR sudah selesai. Ada yang pro dan ada yang kontra," kata politikus Gerindra itu.
Presiden Jokowi sebelumnya mengaku mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu sesuai aspirasi masyarakat luas.
Baca juga: PAN: Tak Masalah Presiden Terbitkan Perppu KPK, tetapi DPR Berhak Menolak
Hal itu disampaikan Jokowi usai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kita, utamanya masukan itu berupa Perppu. Tentu saja ini kita hitung, kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," kata Jokowi didampingi para tokoh yang hadir.
"Akan kita kalkulasi, kita hitung, pertimbangkan, terutama dari sisi politiknya," ujar Jokowi.
UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena tak melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK dalam penyusunannya.
Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja KPK, misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Baca juga: Usai Wacanakan Perppu KPK, Jokowi Disarankan Bertemu Pimpinan DPR
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.