Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pasal Bermasalah, Adian Setuju Pengesahan RKUHP Ditunda

Kompas.com - 22/09/2019, 06:05 WIB
Kontributor Banyuwangi, Imam Rosidin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

DENPASAR, KOMPAS.com - Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu setuju dengan keinginan Presiden Joko Widodo untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Menurut dia, memang perlu ada pasal yang dievaluasi pada RKUHP tersebut.

"Itu ditunda. Penundaan itu kan untuk melakukan evaluasi. Tapi tentu nanti ada pembicaraan terkait hal itu," kata Adian saat ditemui di Denpasar, Sabtu (21/9/2019).

Baca juga: Kontras Sebut Perintah Jokowi Tunda RKUHP Tak Menjawab Inti Masalah

Menurut Adian, salah satu pasal yang dianggap tak masuk akal adalah adanya pasal yang mengatur pidana soal santet. Ia heran bagaimana pembuktiannya soal santet yang tak kasat mata.

"Salah satunya santetlah, maksudku kan kita ini bicara hukum ya. Kan butuh pembuktian, membuktikan santet itu bagaimana?" kata dia.

Menurut dia, pasal semacam ini akan bermasalah di kemudian hari karena pembuktiannya akan lemah.

"Misalnya begini, pindahlah kemudian barang yang dikirim ini, yang lihat perpindahannya siapa tidak ada. Kan tidak mungkin, akan lemah pembuktian kalau saksinya tidak ada. Saksi itu kan melihat mendengar dan lain-lain," kata Adian.

Baca juga: Anggota Panja dari Nasdem Sedih Jokowi Minta Tunda Pengesahan RKUHP

Sebagaimana diketahui di RKUHP tersebut dalam Pasal 252 pada draf, mengatur pidana bagi seseorang yang memiliki ilmu magis dan menggunakan ilmunya itu untuk menyakiti atau membunuh seseorang.

Pasal 252 Ayat (1) berbunyi "Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".

Denda kategori IV, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 79, yakni sebesar Rp 200 juta.

Pada Pasal 252 Ayat (2), disebutkan bahwa jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 hukuman.

 

Kompas TV Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto setuju dengan penundaan pengesahan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang diminta oleh Presiden Joko Widodo. Partai Golkar akan kembali membahas RKUHP di Pansus DPR. Airlangga Hartarto menegaskan Golkar akan mengkaji kembali pokok materi Revisi KUHP yang dipermasalahkan masyarakat. Setelah selesai dikaji pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan kembali menjelaskan kepada publik pasal yang dipermasalahkan. #Golkar #RevisiKUHP #DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com