JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menyetujui pasal contempt of court atau penghinaan terhadap hukum yang terdapat dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menurut dia, pembahasan pasal contempt of court sudah berlangsung sejak lama, tetapi hingga saat ini belum ada regulasi yang memayunginya.
"Ya saya kira contempt of court itu sudah lama dicanangkan, tapi sampai saat ini belum lahir UU-nya, dan itu sangat perlu," kata Hatta Ali di Kantor MA, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019).
Baca juga: Peradi Nilai Pasal Contempt of Court Tak Cocok di Indonesia, Ini Alasannya
Dia mengatakan, pasal itu sangat penting mengingat banyak tindak kekerasan yang diterima oleh para hakim ketika sedang bertugas.
Dengan demikian, kata dia, hakim perlu dijaga dan dilindungi saat mereka melakukan penegakkan hukum.
"Saya kira masalah contempt of court memang sudah penting. Penting ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur. Sebab kita lihat selama ini banyak tindakan kekerasan yang dilakukan pencari keadilan terhadap para hakim," kata dia.
Pasal contempt of court sendiri diketahui terdapat dalam Pasal 281 RKHUP.
Baca juga: Banyak Regulasi Lain, Pasal Contempt of Court RKUHP Dinilai Tak Perlu
Antara lain, pasal 281 huruf c draf terbaru RKUHP yang menyatakan, setiap orang secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan, dipidana penjara paling lama 1 tahun.
Tindakan lain yang masuk dalam kategori contempt of court yakni bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.
Fakta tersebut membuat sejumlah pihak tidak menyetujui adanya pasal tersebut. Salah satunya adalah Persatuan Advokat Indonesia (Peradi).
Baca juga: Lewat Petisi, Aktivis Ini Dorong Jokowi Gagalkan RKUHP
Namun, banyaknya yang tak setuju tentang hal tersebut, tak bermasalah bagi Hatta Ali. Terlebih dari Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) pun sudah sejak lama mengusulkan soal pasal itu.
"Ya silakan, kita melihat dari sisi mana ketidaksetujuannya. Itu kembali kepada DPR yang punya kewenangan untuk menggodok (RKUHP) bersama pemerintah. Kalau dari Ikahi sih sudah lama mengusulkan," tutup dia.