JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan mempertanyakan alasan Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia Erwin Syaaf Arief meminta office boy di kantornya meniru tanda tangan pihak tertentu di sejumlah dokumen.
Khususnya menirukan tanda tangan Direktur PT Merial Esa Syukri Gunawan dalam purchase order (PO) nomor 025/ME/PO/VII/2016 tanggal 25 Juli 2016 dengan nilai 11,25 juta Euro.
Hal itu ditanyakan jaksa Takdir ke Erwin, saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan suap terkait penambahan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN Perubahan tahun 2016.
"Terdakwa memerintahkan office boy melakukan penandatanganan oleh OB dan terdakwa tidak bantah itu. Kan nilainya itu tinggi, banyak, kok minta OB untuk menandatangani itu bagaimana?" tanya jaksa Takdir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (16/9/2019).
Baca juga: Mark Up Satelit Bakamla, Bos Rohde Minta OB Palsukan Tanda Tangan
"Itu pada waktu itu memang saya meminta kepada OB untuk menandatangani untuk memproses administrasi," jawab Erwin.
Mendengar jawaban Erwin, jaksa Takdir kembali bertanya apakah tindakan semacam itu tak dilaporkan ke induk PT Rohde and Schwarz Indonesia yang berada di Singapura dan Jerman.
"Tidak, Pak. Ya pada waktu itu ini aja Pak untuk menghitung karena Adami (karyawan PT Merial Esa) minta komisi dan juga untuk menutupi extended warranty, Pak," ungkap dia.
Jaksa Takdir kembali bertanya apakah hal itu sudah menjadi kebiasaan dan dilakukan di sejumlah PO proyek lain di Rohde and Schwarz Indonesia.
"Tidak, Pak. Hanya ini saja," jawab Erwin.
"Hah? Hanya ini aja? Jadi aneh lagi," balas jaksa Takdir.
Di persidangan sebelumnya, jaksa Takdir menyoroti indikasi mark-up anggaran nilai PO satelit monitoring untuk Bakamla dari 8 juta Euro menjadi 11,25 juta Euro.
Sales Engineering Rohde and Schwarz Indonesia Sigit Susanto saat itu mengonfirmasi bahwa Erwin seringkali meminta office boy menirukan tanda tangan pihak tertentu.
Saat persidangan sebelumnya, Sigit juga mengaku diperlihatkan dokumen PO asli dan palsu saat diperiksa di penyidikan. Menurut Sigit, nilai acuan asli PO di Rohde and Schwarz Indonesia biasanya sekitar 8 juta Euro, bukan sekitar 11 juta Euro.
Baca juga: Petinggi Rohde and Schwarz Mengaku Sering Didesak Fayakhun soal Fee
Dalam kasus ini, Erwin Syaaf Arief didakwa bersama-sama Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah menyuap Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR periode 2014-2019 sebesar 911.480 dollar Amerika Serikat.
Pemberian itu dengan maksud agar Fayakhun mengupayakan penambahan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN Perubahan tahun 2016.
Proyek tersebut yang akan dikerjakan Fahmi dan PT Merial Esa selaku agen dari PT Rohde and Schwarz Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.