JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menilai, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu direvisi.
Ia pun sepakat atas usulan DPR yang hendak memberikan kewenangan penerbitan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) kepada lembaga antirasuah tersebut melalui revisi undang-undang.
"Itu supaya jangan sampai orang itu sampai mati, bahkan dikuburkan dalam status sebagai tersangka. Jadi saya pikir, kita lihat persoalan secara rasional, demi kebaikan kita bersama, bukan melihat secara emosional," ujar Yusril saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Baca juga: Capim Nawawi Pomolango Setuju Revisi UU KPK soal Kewenangan SP3
Ia menilai, pemberian kewenangan penerbitan SP3 bagi KPK semestinya dipandang sebagai proses hukum yang biasa.
Dengan adanya SP3 di KPK, Yusril meyakini ke depannya akan memunculkan kepastian hukum di Indonesia.
Dengan demikian, orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka tetapi tidak disertai dengan bukti yang kuat, bisa dilepas status tersangkanya.
"Pasal 18 UUD 1945 itu memberikan jaminan kepastian hukum bagi setiap orang, setiap warga negara. Bisa saja orang sudah dinyatakan tersangka, tetapi kemudian bukti-buktinya tidak cukup, dan ini diperlukan kepastian hukum bagi yang bersangkutan," ujar Yusril.
Baca juga: Anggap SP3 untuk KPK Penting, Wapres Singgung Kasus RJ Lino
Diberitakan sebelumnya, seluruh fraksi di DPR setuju revisi UU KPK yang diusulkan Badan Legislasi DPR.
Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR RI yang digelar, Kamis (5/9/2019) siang.
Draf revisi itu pun sudah dikirim kepada Presiden Jokowi. Kini, DPR menunggu surat presiden yang menandai dimulainya pembahasan revisi UU KPK antara DPR dan pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.