JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati langkah Presiden Joko Widodo yang meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mempelajari draf revisi Undang-undang KPK.
Juru Bicara Febri Diansyah berharap perintah itu dapat membungkam suara-suara yang menyebut bahwa Presiden Jokowi telah menyetujui revisi UU KPK yang diusulkan DPR.
"Kami berharap perintah tersebut bisa dijalankan sebaik-baiknya. Jangan sampai ada kesimpulan-kesimpulan yang prematur apalagi ada klaim dan tuduhan dari sejumlah politisi seolah-olah Presiden sudah menyetujui RUU KPK inisiatif DPR tersebut," kata Febri kepada wartawan, Senin (9/9/2019).
Baca juga: Menkumham: Presiden Jokowi Minta Pelajari Draf Revisi UU KPK
Febri menuturkan, Jokowi sebaiknya tidak hanya menjadikan penilaian Menkumham sebagai satu-satunya pertimbangan dalam menentukan berlanjut atau tidak berlanjutnya revisi UU KPK.
Presiden juga perlu mempertimbangkan suara-suara penolakan yang diserukan oleh banyak kelompok masyarakat, seperti guru besar dan dosen dari berbagai perguruan tinggi hingga tokoh-tokoh agama.
"Penolakan publik atas revisi UU KPK tersebut tentu bukan tanpa alasan. Dari yang kita baca bersama, jika revisi terjadi yang mengandung poin-poin seperti yang dibahas akhir-akhir ini, maka bukan tidak mungkin KPK akan lumpuh dan kemudian mati," kata Febri.
Baca juga: Saat DPR dan KPK Saling Lempar Bola Panas soal Revisi UU KPK...
Diberitakan sebelumnya, Yasonna mengaku telah diperintahkan oleh Jokowi untuk mempelajari draf revisi UU KPK yang diusulkan oleh DPR.
"Kan saya diberikan draf Revisi UU KPK untuk saya pelajari. Itu saja dulu. Kita akan pelajari dulu, kita lihat nanti seperti apa," kata Yasonna usai menghadap Jokowi.
Saat ditanya mengenai penolakan publik soalrevisi UU KPK, Yasonna enggan berkomentar lebih jauh.
Begitu juga saat ditanya soal poin-poin dalam revisi itu yang bisa melemahkan KPK, politisi PDI-P ini menutup mulut rapat-rapat.