JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani, mulai menjadi relawan di organisasi itu pada 2002.
Namun, ajakan pendiri Kontras Munir Said Thalib agar Yati menjadi bagian dari Kontras secara penuh saat itu ditolaknya.
Yati mengaku hanya ingin jadi relawan. Dia tak mau terikat penuh dengan Kontras, walaupun memiliki perhatian khusus tentang pelanggaran HAM yang itu semua terjadi berkat Munir.
"Tak ada sesuatu yang saya ingat secara pribadi dengan Munir, tapi saya di Kontras jadi relawan sejak mahasiswa dan sempat tidak ingin terikat secara resmi di Kontras," kata Yati kepada Kompas.com pada akhir pekan lalu, (6/9/2019).
"Saya hanya ingin jadi relawan. Ada beberapa kali tawaran secara resmi, tapi ditolak," tuturnya.
Baca juga: Koordinator Kontras Mengenang Inspirasi dan Pertemuan Terakhir dengan Munir...
Pendirian Yati Andriyani mulai goyah saat Munir yang merupakan sang pemberi inpirasi meninggal dunia.
Munir tutup usia pada 7 September 2004 di atas pesawat Garuda Indonesia, dalam perjalanan dari Jakarta-Amsterdam yang sempat transit di Singapura.
Beberapa lama kemudian, petugas forensik Kerajaan Belanda menemukan fakta bahwa Munir tewas diracun. Senyawa arsenik ditemukan di dalam tubuh pria yang akrab disapa Cak Munir tersebut.
Meninggalnya Munir akibat diracun berdampak kepada Yati. Tekad Yati untuk memperjuangkan HAM semakin membulat. Dia memutuskan untuk mengabdikan dirinya dengan Kontras.
Baca juga: Ini Harapan Diva, Putri Aktivis HAM Munir, untuk Presiden Jokowi ...
Bagaimana tidak, menurut Yati, Munir adalah sosok yang membuka mata hatinya atas permasalahan HAM di negeri.
Munir tidak hanya menjadi inspirasi seorang Yati Andriyani untuk menegakkan hak asasi manusia. Bagi Yati, yang diperjuangkan Munir itu merupakan prinsip yang patut dilanjutkan.
"Ketika Munir meninggal, itu membulatkan keputusan, saya akan secara penuh terikat dengan Kontras. Pembunuhan Munir membuat saya meyakini bahwa negara ini masih ada di bawah bayang-bayang kekerasan, di bawah ancaman kegelapan," kata dia.
Setelah 15 tahun berselang, pembunuhan Munir belum menemukan titik terang. Berbagai pihak, termasuk Yati Andriyani, menilai bahwa auktor intelektualis atau dalang pembunuhan belum diadili.