JAKARTA, KOMPAS.com - Dari hasil survei nasional yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) serentak 2019 dianggap menyulitkan masyarakat.
Ada 74 persen responden survei publik dan 86 persen responden survei tokoh yang menyatakan bahwa pemilu serentak 2019 telah menyulitkan pemilih.
Ketua Tim Survei Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Wawan Ichwanuddin mengatakan, para pemilih dipusingkan dengan hal-hal teknis karena surat suara yang harus dicoblos banyak.
"Alih-alih bisa memilih secara rasional kandidat yang akan memimpin negara dan mewakili di parlemen, mereka malah pusing," kata Wawan dalam rilis hasil survei nasional Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Indonesia di Gedung LIPI, Rabu (28/8/2019).
Baca juga: Survei LIPI: 82 Persen Elite dan Tokoh Setuju Pemilu Serentak Diubah
Peneliti Senior LIPI Sjamsuddin Haris mengatakan, agar pemilu serentak ke depannya tidak merepotkan, LIPI merekomendasikan pemilu serentak yang dilakukan secara nasional dan lokal.
Sebab, dari hasil survei, ada 34,7 persen responden yang menginginkan pemilu dilakukan terpisah antara tingkat nasional dan lokal.
"Pemilu serentak, kalau di LIPI sebetulnya sudah punya skema pemilu serentak yang berbeda dengan skema pemilu yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Sjamsuddin.
"Yang diputuskan MK dan diadopsi UU Nomor 7 Tahun 2017 adalah pemilu serentak 5 kotak. Namun, yang kami rekomendasikan adalah suatu pemilu serentak yang memisahkan pemilu serentak nasional dan lokal," papar dia.
Pemilu serentak nasional yang dimaksud yakni pemilu presiden, DPR, dan DPD.
Sementara itu, pemilu serentak lokal adalah pemilu kepala daerah dan DPRD yang dilaksanakan 30 bulan setelah pemilu serentak nasional.
"Jadi dalam skema kami, pilkada jadi bagian pemilu serentak lokal. Walaupun pemerintah mengagendakan tahun 2024 pilkada serentak nasional bersamaan dengan pemilu serentak, skema sekarang dilakukan nasional juga," kata dia.
Baca juga: Kampanye Pemilu 2019 Ramai Hoaks, KPU Diminta Detailkan Aturan
Namun, pihaknya ragu pemerintah bisa melakukan perbaikan atau perubahan pemilu dengan waktu yang tersisa saat ini.
Terlebih, tahun depan sudah direncanakan pilkada serentak lagi di 270 daerah.
"Bagi saya, yang penting bukan hanya skema pemilu serentak tapi sistem pemilihan legilatif dan pemilu presiden karena sistem tersebut juga menjadi faktor utama meluas dan masifnya politik uang," ucap dia.
Survei P2P LIPI ini menjaring 1.500 responden dari 34 provinsi dengan margin of error 2,53 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Pengumpulan data atas survei ini dilakukan pada 27 April hingga 5 Mei 2019 untuk survei publik dan 27 Juni sampai 8 Agustus 2019 untuk survei tokoh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.