JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengkritik sikap sejumlah partai oposisi yang ingin bergabung dalam koalisi parpol pendukung pemerintah.
Partai Gerindra, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) belakangan memberikan sinyal akan mendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Hal itu tidak baik juga karena seolah semua partai berburu kekuasaan, berburu jabatan," ujar Arya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/8/2019).
Baca juga: Jika Koalisi Terlalu Gemuk, Rawan Muncul Aliansi Baru yang Sulitkan Jokowi
Arya mempertanyakan sikap ketiga partai tersebut karena dinilai tidak memiliki dasar atau motif yang jelas jika ingin bergabung.
Seperti diketahui Partai Gerindra, Demokrat dan PAN serta PKS mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, rival Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019.
Sementara pasangan Jokowi-Ma'ruf didukung enam partai yang memiliki kursi di DPR, yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, PKB, PPP dan Hanura.
Baca juga: PAN: Kita Dukung Program Jokowi-Maruf, tapi Belum Tentu Gabung Koalisi
Arya menduga keputusan untuk mendukung pemerintah dan masuk kabinet tidak lepas keinginan partai dalam menguasai sumber pendanaan politik.
"Yang harus kita lihat itu apa motif partai bergabung dengan pemerintah. Nah kalau saya lihat salah satu motif itu adalah soal akses pada sumber pendanaan politik," kata Arya.
"Apa alasan penjelasnya, ketika pemilu beda dukungan terus tiba-tiba dicari alasan untuk mendukung pemerintahan. Apa motifnya? kan kita enggak tahu. Dugaan saya mungkin motifnya kalau gabung, ya akses kepada sumber-sumber pendanaan politik mereka dapatkan. Ini dugaan saya," ucapnya.