Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moeldoko: Kalau Semua Diambil Alih Presiden, yang di Bawah Ngapain?

Kompas.com - 19/07/2019, 16:01 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko berpendapat, kurang tepat apabila Presiden Joko Widodo terus didesak membentuk tim gabungan pencari fakta independen demi mengusut kasus penyerangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.

Menurut Moeldoko, apabila urusan teknis terlalu banyak dibebankan kepada Presiden Jokowi, dapat mengganggu program-program strategis lainnya.

"Kalau semua diambil alih presiden, nanti ngapain yang di bawah? Jangan. Presiden itu janganlah dibebani hal teknis dong. Nanti akan mengganggu pekerjaan-pekerjaan strategis," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Baca juga: Presiden Jokowi: Penyerangan Novel Baswedan Bukan Kasus Mudah

Lagipula, Presiden Jokowi sudah memberikan target kepada Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian demi mengungkap siapa aktor penyerangan Novel dalam waktu tiga bulan.

Kapolri pun sudah membentuk tim teknis yang akan menindaklanjuti temuan tim gabungan pencari fakta sebelumnya. Oleh sebab itu, Moeldoko meminta seluruh pihak mempercayakan prosesnya kepada Polri, bukan kepada kepala negara.

"Hati-hati ya, Presiden sudah memberi waktu tiga bulan, bukan enam bulan. Kalau kapolri (minta) enam bulan, Presiden minta tiga bulan," kata Moeldoko.

Baca juga: Komnas HAM Nilai Ada Kemajuan dari TGPF Kasus Novel Baswedan

Mantan Panglima TNI itu juga berpendapat, apabila kepala negara membentuk tim gabungan pencari fakta independen seperti yang diminta kuasa hukum Novel, artinya pekerjaan dimulai dari nol. Hal ini tentunya semakin membuat penyelidikan perkara semakin lamban.

"Masyarakat percaya kepada tim yang saat ini lebih mendalami indikator awal, ya harapannya bisa terjawab," kata dia.

Diberitakan, TGPF kasus Novel sudah membeberkan sejumlah temuan kepada publik dalam konferensi pers, Rabu (17/7/2019) lalu. Namun, temuan itu belum mengarah ke pelaku penyiram air keras terhadap Novel.

TGPF kemudian menyampaikan rekomendasi kepada kepolisian. Salah satunya adalah membentuk tim teknis lapangan yang bertugas mengungkap kasus penyerangan Novel. Tim teknis lapangan ini akan bekerja paling lambat dalam enam bulan dan bisa diperpanjang masa kerjanya.

Tim tersebut sendiri sudah dibentuk oleh Kapolri dan akan dipimpin Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Pol) Idham Azis.

Baca juga: Novel Baswedan Akan Ungkap Jenderal yang Diduga Terlibat Kasusnya, jika..

Menanggapi hal itu, kuasa hukum Novel mendesak Presiden Jokowi membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen.

"Kami menuntut Presiden Joko Widodo mengambil tanggung jawab atas pengungkapan kasus Novel dengan membentuk TGPF independen," ujar anggota tim kuasa hukum Novel, Alghiffari Aqsa saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu.

Menurut tim kuasa hukum, penyelidikan yang dilakukan TGPF dan Polri sebelumnya tidak menemui perkembangan berarti sehingga kasus itu mesti diambil alih oleh tim yang lebih independen.

Baca juga: Soal Kasus Novel, Jokowi: Jangan Sedikit-dikit ke Saya, Tugas Kapolri Apa

Presiden Jokowi yang dimintai konfirmasi mengenai permintaan kuasa hukum Novel itu mengaku, belum berniat membentuknya. Ia menegaskan, masih mempercayakan proses itu kepada Polri.

Kepala Negara sekaligus merasa tidak nyaman apabila hal-hal teknis terkait pengungkapan kasus diserahkan kepadanya.

"Jangan sedikit-sedikit lari ke saya, tugas kapolri apa?" kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat.

Jokowi pun memberi waktu tiga bulan bagi tim teknis bentukan Kapolri untuk bekerja.

 

 

Kompas TV Korban penyerangan yang juga penyidik KPK Novel Baswedan menilai TPF yang dibentuk kepolisian tidak memberikan kemajuan apa pun dalam pengungkapan kasus penyerangannya. Novel Baswedan juga mengatakan ada rekomendasi dari Komnas HAM yang diabaikan oleh TPF terkait soal adanya pelanggaran dalam proses penyidikan kasusnya. #NovelBaswedan #KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com