Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Komisioner KPU: Kekeliruan Belum Tentu Kecurangan

Kompas.com - 20/05/2019, 21:28 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner KPU Sigit Pamungkas berpendapat, ada stigma yang sengaja dibentuk di tengah masyarakat bahwa penyelenggara Pemilu 2019, melakukan kecurangan.

Masyarakat pun banyak yang termakan dengan stigma yang dibentuk sekelompok pihak tersebut.

"Diksi KPU curang itu sebenarnya stigma yang dibentuk. Jadi, hampir atas semua kekeliruan yang terjadi kepada penyelenggara pemilu, itu dilabeli curang. Inilah problemnya. Padahal kekeliruan itu belum tentu sama dengan kecurangan," ujar Sigit dalam diskusi di bilangan Jakarta Pusat, Senin (20/5/2019).

Baca juga: Pembuktian Kecurangan Pemilu Terstruktur, Sistematis dan Masif Dinilai Berat

Menurut Sigit yang menjabat sebagai komisioner KPU periode 2012-2017 tersebut, kekeliruan dalam tahapan Pemilu bisa saja murni maladministrasi atau human error karena faktor kelelahan yang menyebabkan kurangnya ketelitian.

Sigit mengungkapkan dua hal yang masyarakat patut cermati dalam hal tudingan KPU melakukan kecurangan. Pertama, syarat formil yang harus dipenuhi untuk membuktikan bahwa Pemilu 2019 curang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), sangat berat.

Syarat pertama harus ada bukti kuat kecurangan terjadi di 50 persen provinsi yang ada di Indonesia.

"Syarat pertama untuk bisa dinyatakan sebagai TSM itu harus terjadi di 50 persen provinsi yang ada, jadi kecurangan ada di 17 provinsi, dan itu harus dibuktikan," ujar Sigit.

Syarat kedua harus ada bukti yang menunjukkan kecurangan itu diorganisasi oleh sebuah entitas. Syarat ketiga harus ada bukti mengenai dokumen perencanaan kecurangan itu.

"Kalau tiga elemen ini tidak dipenuhi secara akumulatif, tidak bisa dianggap Pemilu 2019 TSM. Karena berdasarkan UU Pemilu, TSM ini harus akumulatif, tiga-tiganya harus ada. Ini kalau tujuannya untuk mendiskualifikasi calon ya," ujar Sigit.

Baca juga: Dinkes DKI Beri Dukungan Kesehatan pada 22 Mei atas Permintaan KPU

"Tapi kalau tujuannya adalah ingin mengubah hasil Pemilu, ya saat ini belum bisa ya. Hasil Pemilu-nya saja belum ada kan," lanjut Sigit yang menjabat Komisioner KPU periode 2012-2017 itu.

Kedua, dilihat dari perolehan suara sementara selisihnya sudah terlanjur jauh dan sulit untuk terkejar.

"Kalau melihat selisih hasil rekapitulasi yang saat ini ada, ada 17 juta lebih, kalau itu ya agak sulit untuk bisa membuktikan. Karena 17 juta suara itu sama dengan 59.000 TPS dengan asumsi seluruh TPS dimenangkan 02," ujar Sigit.

Kompas TV Badan Pengawas Pemilu BAWASLU menolak untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap laporan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Sandi terkait dugaan kecurangan di Pemilu 2019. Salah satu alasan penolakan karena laporan yang dibuat Badan Pemenangan Nasional Prabowo Sandi tidak disertai bukti yang cukup. #bawaslu #pemilu #kpu

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Nasional
Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Nasional
Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Nasional
Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Saat Anies 'Dipalak' Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Saat Anies "Dipalak" Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Nasional
Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Nasional
Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com