JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) inisiatif Veri Junaidi mengingatkan, pengawasan terhadap calon presiden petahana Joko Widodo dalam masa kampanye Pemilu 2019, tidak boleh kendur.
Hal ini disampaikan merespon Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan calon presiden atau wakil presiden petahana tak perlu cuti kampanye.
"Yang perlu didorong, yakni proses pengawasannya saja. Apakah yang dilakukan Presiden itu masuk ke dalam kategori kampanye atau tidak? Nah, ini yang penting. Karena jadi sangat tipis batasan antara dia sebagai capres dengan dia sebagai kepala negara," ujar Veri saat dijumpai usai diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019).
Baca juga: KPU: Capres Petahana Boleh Gunakan Fasilitas Negara untuk Kampanye Sesuai UU
Penyelenggara Pemilu harus memastikan apakah Jokowi tidak melewati batasan yang diatur di dalam statusnya sebagai capres dan kepala negara.
Misalnya, tak boleh menggunakan fasilitas negara dalam rangka kampanye.
Baca juga: PP soal Cuti Kampanye Capres Petahana Ditargetkan Rampung Mei Ini
Fasilitas negara itu, antara lain kendaraan dinas, kantor dan keprotokoleran. Namun, salah satu hal yang harus tetap melekat pada diri Jokowi, yakni pengamanan.
"Pengecualiannya, yakni tentang pengamanan. Tapi misalnya dia menggunakan kantor presiden untuk kampanye misalnya atau menggunakan anggaran negara untuk kampanye, menggunakan program-program untuk kampanye. Itu tidak boleh," ujar Veri.
Veri mengatakan, untuk melihat apakah Jokowi tidak melewati batasan sebagai capres dan kepala negara, bisa dilihat dari laporan yang disampaikan kepada Bawaslu adanya dugaan pelanggaran atau tidak.
Baca juga: KPU Tak Larang Capres Petahana Pakai Pesawat Kepresidenan untuk Kampanye
"On the track atau tidaknya itu, harus dilihat dari proses penegakan hukumnya. Apakah ada laporan pelanggaran terkait itu atau tidak. Sejauh ini sih belum ada sepertinya ya," ujar Veri.
Akan tetapi, menurut dia, jika dilihat dari sejumlah momentum, batasan itu sangat tipis.
Misalnya, saat menerima tamu di Istana Negara dengan menghadirkan lebih banyak orang.
"Kalau kita mau melihat dari sisi yang lain, potensial sebenarnya dilakukannya kampanye. Oleh karena itu, sekali lagi, yang perlu didorong proses pengawasannya," lanjut dia.