JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Senior Vice President Upstream Business Development Pertamina, Gunung Sardjono mengakui bahwa Karen Agustiawan menandatangani akuisi 10 persen saham ROC Oil Ltd di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009. Saat itu, Karen menjabat Direktur Utama PT Pertamina Persero.
"Saham 10 persen, 30 juta dollar AS. Itu diputuskan Ibu Dirut, meskipun Beliau dapat data-data dari tim," ujar Gunung saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Meski demikian, menurut Gunung, penentuan nilai akuisisi saham itu telah melalui pembahasan di dalam tim. Gunung memastikan keputusan Karen telah mempertimbangkan segala macam aspek.
Baca juga: Menurut Jaksa, Karen Agustiawan Melanggar Prinsip Good Governance
Saat dikonfirmasi, Karen sendiri mengakui persetujuannya mengenai akuisisi saham 10 persen itu. Menurut Karen, angka 10 persen itu adalah angka yang minimal, karena Pertamina belum punya pengalaman investasi offshore.
"Enggak mungkin ujug-ujug 100 persen. Orang kalau lari kan belajar merangkak dulu, berdiri, enggak mungkin langsung. Itu yang ingin saya ajarkan ke SDM hulu Pertamina, ayo deh kita mulai untuk offshore dari yang kecil dulu," kata Karen.
Dalam kasus ini, Karen didakwa telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Karen telah memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).
Selain itu, menurut jaksa, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
Menurut jaksa, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.
Kasus ini terjadi pada 2009, saat Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap Roc Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan Roc Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai 31 juta dollar AS.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar 26 juta dollar AS.
Baca juga: Hakim Tolak Eksepsi Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan
Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barel per hari.
Ternyata Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari.
Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup setelah Roc Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.