Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makan Waktu Panjang, Uji Materi ke MK Dinilai Bukan Solusi Permasalahan Surat Suara

Kompas.com - 25/02/2019, 22:22 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi mengatakan, uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan pencetakan surat suara akan memakan waktu yang panjang.

Sementara itu, tahapan pemilu terus berjalan dan pemungutan suara akan digelar kurang dari 60 hari.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus punya solusi yang tepat untuk mengatasi ancaman kekurangan surat suara bagi pemilih yang pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

"Sekarang saja belum jelas siapa yang akan mengajukan uji materi, terus kemudian yang kedua bikin drafnya. Terus maju ke MK, ketiga proses registrasi dan pendahulan pasti nunggu waktu 1-2 minggu, sidang kedua seminggu lagi, anggaplah tidak ada pemeriksaan apapun, bulan depan baru diputus MK," kata Veri usai sebuah diskusi di kawasan Guntur, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019).

Baca juga: KPU Pertimbangkan Uji Materi UU Pemilu Terkait Surat Suara

"Begitu diputus MK baru ini regulasinya, KPU cetak (surat suara), distribusi ke wilayah kan butuh waktu yang lama," sambungnya.

Jika uji materi dilakukan, maka Pasal yang akan diuji di antaranya Pasal 344 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal tersebut mengatur soal jumlah surat suara pemilu yang dicetak sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditambah dengan 2 persen dari DPT per TPS.

Sebanyak 2 persen surat suara itu merupakan surat suara cadangan yang sebetulnya digunakan untuk mengganti surat suara yang kemungkinan rusak.

Pasal ini dinilai mengabaikan pemilih yang tercatat dalam DPTb. Sebab, tak ada aturan yang menyebutkan tentang ketentuan surat suara untuk pemilih tambahan.

Menurut Veri, KPU juga harus punya rencana lain seandainya putusan MK atas uji materi melebihi hari pemungutan suara atau MK menolak permohonan uhi materi.

Meski begitu, ia mengakui bahwa adanya putusan MK hasil uji materi akan menguatkan langkah KPU.

Paling penting, KPU punya solusi untuk melindungi hak pilih warga negara dalam pemilu.

"Apapun pilihan KPU, pilihan-pilihan itu pilihan yang bisa dikontrol oleh KPU karena timeline waktunya yang sangat pendek," ujar Veri.

Diberitakan sebelumnya, sebagian pemilih yang berpindah TPS terancam tak bisa gunakan hak pilihnya.

Baca juga: KPU Diminta Buat PKPU untuk Selesaikan Kekurangan Surat Suara

Hal ini karena terjadi kendala dalam penyediaan surat suara tambahan yang khusus diperuntukan bagi pemilih yang berpindah TPS atau pemilih 'pindah memilih'.

KPU mencatat, jumlah pemilih yang pindah TPS mencapai 275.923 pemilih. Mereka dicatat ke Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

Jumlah tersebut, di beberapa TPS, ternyata melebihi jumlah ketersediaan surat suara cadangan yang hanya dialokasikan sebesar 2 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) per TPS.

Angka 275.923 pemilih masih mungkin bertambah karena KPU terus melakukan penyisiran potensi pemilih yang berpindah TPS hingga 17 Maret 2019.

Kompas TV Ada sejumlah hoaks yang terjadi jelang Pilpres di Indonesia, ternyata juga dialami saat Pilpres Amerika Serikat tahun 2016. Contoh soal hoaks surat suara tercoblos di pilpres ASsempat ada informasi soal sepuluh ribuan surat suara tercoblos untuk Hillary Clinton yang ada di gudang Ohio. Di pilpres ASjuga sempat muncul tudingan Hillary Clinton menggunakan ear piece saat debat sebagai alat bantu komunikasi. Hal yang sama juga terjadi di pasca debat Pilpres Indonesia.KPUkembali memastikan tak ada yang menggunakan ear piece saat debat kedua capres hari Minggu lalu. Soal kemiripan semburan hoaks ini kita akan membahasnya dengan analis komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com