Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Harus Ada Pembenahan Masif untuk Menekan Angka Korupsi

Kompas.com - 03/02/2019, 16:24 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syarif Hidayat mengatakan, harus ada pembenahan sistem yang masif untuk menekan angka korupsi di Indonesia.

Pembenahan sistem bisa dimulai dari pemangkasan biaya politik yang tinggi.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pernah membenarkan bahwa seseorang yang hendak maju dalam kontestasi politik perlu mengeluarkan sejumlah uang untuk mahar politik.

Syarif mengatakan, uang tersebut jumlahnya tidak sedikit. 

"Nilainya cukup kaget juga saya dengar dari bupati, wali kota yang ditangkap (KPK). Paling kecil Rp 10 miliar," kata Syarid dalam seminar nasional 'Mencari Pemimpin yang Bersih dan Berhikmat', di Kantor Lemhanas, Jakarta Pusat, Sabtu (2/2/2/2019).

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Meningkat dan Pekerjaan Rumah yang Belum Selesai...

Menurut Syarif, adanya mahar politik mendorong pejabat daerah melakukan korupsi. Pasalnya, para pejabat daerah kerap kali merasa tidak cukup atas gaji yang mereka dapatkan.

Sementara, para pejabat ini juga merasa perlu untuk mengembalikan "modal" saat mengikuti pilkada.

Oleh karena itu, Syarif menilai, harus ada pemebenahan dalam sistem pencalonan kepala daerah.

Hal lain yang harus dibenahi adalah perihal transaksi tunai. Syarif menyebutkan, pemerintah harus melakukan pembatasan terhadap transaksi tunai.

Alasannya, dari pengalaman OTT yang dilakukan oleh KPK, hampir seluruh uang hasil tindak kejahatan korupsi diterima dalam bentuk tunai.

Baca juga: Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Jadi 38

Uang-uang tersebut disimpan dalam ruang yang berisi sejumlah brankas, atau tempat-tempat lainnya.

"Kami butuh dukungan dari pemerintah untuk pembatasan transaksi tunai. Ketika tidak ada pembatasan transaksi tunai, OTT-OTT akan selalu terjadi," ujar Syarif.

Ia menambahkan, pembenahan sistem yang masif dapat memperbaiki indeks persepsi korupsi di Indonesia.

Pada 2018, indeks persepsi korupsi Indonesia memang meningkat satu poin, dari 37 poin di 2017 menjadi 38 poin. Namun, angka tersebut masih jauh dari predikat baik.

Indonesia masih kalah jauh dari negara tetangga, seperti Malaysia yang indeks persepsi korupsinya 45 poin, atau Singapura dengan indeks persepsi korupsi 85 poin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Projo: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com