Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: KPU Korban Putusan Hukum yang Bertabrakan Terkait Kasus OSO

Kompas.com - 30/01/2019, 16:50 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, Komisi Pemilihan Umum sejatinya adalah korban dari putusan hukum yang berbeda-beda terkait pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

KPU, kata Ray, harus menanggung akibat dari putusan hukum yang berbeda antara MK dengan MA, PTUN dan Bawaslu.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 menyebut pengurus partai politik dilarang rangkap jabatan menjadi anggota DPD.

Baca juga: Formappi: Serangan OSO ke KPU Adalah Dorongan untuk Meraih Kekuasaan

Sementara putusan MA menyatakan bahwa putusan MK tidak berlaku surut. Putusan PTUN memerintahkan KPU mencabut Surat Keputusan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tidak memuat nama OSO.

Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.

Sedangkan putusan Bawaslu meminta KPU memasukan nama OSO ke DCT sebagai bentuk pelaksanaan putusan PTUN.

"Sebetulnya KPU korban dari kebijakan yang berbeda-beda, KPU seperti mengalami dilema dari putusan hukum yang satu sama lain saling bertabrakan. Uniknya, KPU justru yang harus menanggung akibatnya," kata Ray dalam konferensi pers dan pernyataan sikap Menolak Kriminalisasi Anggota KPU yang digelar di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).

Baca juga: Diancam OSO, KPU Bilang Bukan Anak Buah Presiden dan DPR

Ray mengatakan, jika KPU melaksanakan putusan PTUN dan Bawaslu, maka sama saja KPU mengabaikan putusan MK.

Kondisi ini bisa menyebabkan KPU dilaporkan oleh kalangan yang pro terhadap konstitusi.

Sebaliknya, jika KPU mengamalkan putusan MK, KPU akan dianggap tidak melaksanakan putusan PTUN dan Bawaslu.

KPU dalam hal ini juga berpotensi dilaporkan pihak yang berpedoman pada putusan PTUN.

"Jadi dia mundur kena, maju pun kena," ujar Ray.

Kondisi ini bukan kesalahan KPU, melainkan efek dari keputusan hukum yang berbenturan yang selanjutnya harus ditanggung oleh KPU.

Baca juga: 203 Caleg DPD Serahkan Pernyataan Mundur dari Parpol, Hanya OSO yang Tak Mau

Untuk mengakhiri situasi gaduh ini, menurut Ray, para pembuat aturan, yaitu MK, MA, PTUN, dan Bawaslu harus bertemu untuk memikirkan cara menyelesaikan kasus pencalonan OSO.

Merekalah yang sesungguhnya harus bertanggung jawab terhadap situasi hukum yang berbenturan lantaran putusan-putusan hukum itu lahir dari mereka.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com