Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Nurhadi soal Sobekan Dokumen yang Disembunyikan Istri di Badan

Kompas.com - 21/01/2019, 14:46 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman mengakui pernah merobek dokumen putusan perkara yang ada di rumahnya.

Robekan dokumen itu kemudian dibuang di tempat sampah yang berada di kamar mandi di dalam kamar tidurnya. Menurut Nurhadi, perobekan dokumen itu terjadi pada 19 April 2016.

"Dokumen pertama agak tebal, fotokopi putusan perkara. Saya baca halaman depan masalah Bank Danamon. Kemudjan, satu lembar saya buka ada catatan ketikan poin 1-3, mengenai nomor perkara," ujar Nurhadi saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/1/2019).

Baca juga: Eddy Sindoro Bayar Konsultan untuk Bersihkan Citra Negatif Nurhadi di Media Massa

Dia bersaksi untuk terdakwa mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro.

Selanjutnya, menurut Nurhadi, pada tengah malam penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi rumahnya untuk melakukan penggeledahan.

Penggeledahan itu terkait kasus suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Saat penyidik datang, dia dan istrinya sedang dalam kondisi tidur. Kemudian, karena pintu kamar diketuk, istri Nurhadi, Tin Zuraida, Bangun dan memeriksa kehadiran penyidik KPK.

Baca juga: Mantan Sekretaris MA Nurhadi Jadi Saksi Eddy Sindoro

Namun, menurut Nurhadi, sebelum menemui penyidik, Tin memberitahu ingin buang air kecil terlebih dulu. Saat ingin membuang tisu, Tin melihat potongan kertas dokumen yang telah dirobek Nurhadi.

"Dia tanya, saya bilang itu putusan. Lalu robekan kertas itu diambil dan ditaruh ditaro di badannya," kata Nurhadi.

Menurut Nurhadi, karena mengetahui ada kedatangan penyidik KPK, istrinya secara spontan mengambil dua genggam robekan kertas di tempat sampah dan menyembunyikannya di badan.

"Itu sempat saya tegur istri saya, kan itu tidak ada kaitan sama kamu, kenapa disimpan," kata Nurhadi.

Baca juga: Mantan Sekretaris MA Disebut Minta Uang Tenis kepada Eddy Sindoro melalui Panitera PN Jakpus

Nurhadi membantah dokumen yang dirobek itu ada kaitannya dengan perkara hukum yang melibatkan Lippo Group.

Dalam kasus ini, Eddy Sindoro didakwa memberikan suap sebesar Rp 150 juta dan 50.000 dollar Amerika Serikat kepada panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan agar Edy menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP).

Suap juga sebagai pelicin agar Edy menerima pendaftaran peninjauan kembali (PK) PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun sudah melewati batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Diduga, pengurusan perkara ini melibatkan Nurhadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com