Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan Sampai Ambisi Pribadi Rusak Tata Negara di Indonesia"

Kompas.com - 18/11/2018, 22:03 WIB
Jessi Carina,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hukum tata negara dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti berpendapat perbedaan antara putusan Mahkamah Agung dengan Mahkamah Konstitusi mengenai larangan calon anggota DPD rangkap jabatan dengan pengurus partai bisa berbahaya bagi sistem ketatanegaraan Indonesia.

Apalagi, lanjut Bivitri, jika kerusakan sistem ketatanegaraan ini rusak karena ambisi salah satu calon anggota DPD.

Dia mengacu pada Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odong yang memperkarakan larangan tersebut ke MA dan PTUN.

"Jangan sampai ambisi pribadi merusak sistim ketatanegaraan kita," kata Bivitri dalam sebuah diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Minggu (18/11/2018).

Baca juga: Pengamat: KPU Jangan Ragu Ikuti Putusan MK

Bivitri khawatir, nantinya MA bisa membuat putusan tanpa memperhatikan putusan MK. Padahal, kewenangan antara MA dan MK juga berbeda.

MA, lanjut dia, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, sedangkan MK menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar.

Menurut Bivitri, putusan MK soal larangan calon anggota DPD rangkap jabatan sebagai pengurus parpol berkaitan dengan UUD 1945 terkait semangat awal pembentukan DPD.

"Kalau sudah fix putusan MK itu lalu kemudian diinterpretasikan lagi oleh MA. Ini yang akan merusak sistim ketatanegaraan kita," ujar Bivitri.

Sementara itu, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil membandingkan putusan MK tentang syarat calon anggota DPD dengan putusan tentang verifikasi faktual pada awal tahun ini.

Baca juga: Opsi KPU untuk Jalan Tengah Polemik Pencalonan OSO sebagai Anggota DPD

Fadli mengatakan, ketika itu MK memutuskan semua parpol harus mengikuti verifikasi faktual agar bisa menjadi peserta pemilu.

"Putusan itu juga keluar di tengah tahapan yang sudah dilakukan. Tetapi ketika itu semua partai patuh melaksanakan, tidak ada perdebatan seperti ini," ujar Fadli.

Oleh karena itu, Fadli berpendapat sebenarnya tidak ada yang harus diperdebatkan soal putusan MK ini. Calon anggota DPD yang berstatus sebagai pengurus partai harus mundur dari partainya terlebih dahulu.

"Jadi aneh menurut saya, seorang bakal calon anggota DPD, bisa menggoyang sistem pencalonan yang sudah jelas dan tidak perlu ditafsirkan ke mana-mana lagi," ujar Fadli.

"Negara tidak boleh kalah oleh manuver satu orang yang begitu ambisi jadi calon anggota DPD," tambah dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com