Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Sopir saat Amin Santono Terjaring OTT KPK

Kompas.com - 12/11/2018, 19:01 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sopir anggota Komisi XI DPR Amin Santono, Nana Maulana, mengisahkan detik-detik petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Amin beberapa waktu silam.

Hal itu diungkapkan Maulana saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/11/2018). Ia bersaksi untuk terdakwa Amin, konsultan Eka Kamaludin, dan mantan pejabat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo.

"Sebelum OTT saya ditugaskan jemput istri Pak Yosa (anak Amin Santono) di Bandung. Setelah itu, saya antarkan istri Pak Yosa di Vila Mutiara. Setelah sampai, saya langsung ke rumah Pak Amin. Pak Amin bilang minta anterin ambil alat peraga kampanye," kata Maulana kepada jaksa KPK.

Baca juga: Wakil Bendahara PKB Mengaku Terima Rp 1,2 Miliar untuk Pemenangan Anak Amin Santono

Namun, secara mendadak, Amin memerintahkan dirinya untuk mengantar ke Bandara Halim Perdanakusuma. Ia pun pada akhirnya membawa Amin ke bandara.

"Saya nunggu Pak Amin. Kemudian Pak Amin nanya posisi saya di mana, saya bilang 'posisi saya pas bapak turun'. Setelah Pak Amin telepon saya, ada telepon Rasim nanya posisi saya," kata dia.

Kepada jaksa, Maulana menjelaskan Rasim adalah sopir pribadi Eka. Ia pun memberitahu Rasim bahwa posisinya berada di salah satu minimarket sekitar bandara.

"Jadi Pak Amin sebelumnya telepon ntar ada orang antar tas. Setelah ketemu Rasim, dia sambil nenteng tas. Saya 'tanya ini apa?'. Dia bilang 'saya enggak tahu ini, saya hanya tugasnya antar'" ucap Maulana.

Ia memaparkan, pertemuannya dengan Rasim berlangsung sekitar 10 menit.

Saat menjemput Amin, ia mengaku melihat Amin hanya sibuk dengan ponselnya saat perjalanan keluar dari bandara.

"Di jalan raya macet di depan Kodam Jaya. Pas macet, kaca saya diketuk anggota KPK 3 orang. Ada (petugas) perempuan satu. Langsung mereka naik mobil," kata dia.

"Mereka kasih tahu, tunjukkan ID card, baru naik. Terus mereka nanya-nanya, terus ambil handphone saya. Dia (petugas KPK) nanya isi tas ini apa. Saya bilang enggak tahu, Pak Amin bilang enggak tahu. Pas dibuka isinya uang," lanjut dia.

Kepada jaksa, Maulana mengaku petugas KPK waktu itu meminta dirinya menuju ke rumah Amin.

"Ke rumah Beliau (Amin). Karena saat itu KPK nanyain surat-surat lain semacam proposal atau apa gitu," kata dia.

Dalam kasus ini, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono didakwa menerima suap sebesar Rp3,3 miliar dari Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast.

Menurut jaksa, Amin menerima uang bersama-sama dengan konsultan Eka Kamaluddin dan Yaya Purnomo selaku pegawai di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan agar Amin Santono melalui Eka dan Yaya Purnomo mengupayakan Kabupaten Sumedang mendapatkan alokasi tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018.

Selain itu, diduga uang tersebut diberikan agar Kabupaten Lampung Tengah mendapatkan alokasi anggaran yang bersumber dari DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) APBN 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com