JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui daya beli masyarakat bisa menurun jika harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dinaikkan.
"Karena menyangkut kepentingan rakyat, menyangkut kebutuhan rakyat, yang nanti bisa menjadikan konsumsi itu menjadi lebih rendah," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Sabtu (13/10/2018).
Atas pertimbangan itu, Jokowi pada pekan lalu memutuskan untuk membatalkan kenaikan harga premium. Jokowi mengakui, sebenarnya, harga premium sudah diputuskan untuk naik sejak bulan lalu.
Baca juga: Sudah Waktunya Harga BBM Subsidi Naik?
Menurut Jokowi, faktor daya beli masyarakat ini sangat penting bagi perekonomian.
"Karena pertumbuan ekonomi sekarang ini kita masih ditumpu 56 persen oleh konsumsi. Kita dalam proses membalikkan dari konsumsi ke produksi tapi ini belum sampai," ucap Jokowi.
Di sisi lain, menurut dia, keuntungan PT Pertamina juga tidak signifikan apabila harga premium dinaikkan ke Rp 7.000. Karena itu, pemerintah akhirnya hanya menaikkan BBM non subsidi jenis pertamax.
Semula harga BBM jenis premium akan naik pada pukul 00.00 hari Kamis lalu. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan telah mengumumkan hal itu di Sofitel Hotel, Nusa Dua, pada Rabu pukul 18.00 Wita.
Namun dalam hitungan jam, pernyataan Jonan itu dikoreksi oleh anak buahnya. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, BBM batal naik berdasarkan arahan Presiden Jokowi.
Baca juga: Drama di Balik Penundaan Kenaikan Harga Premium
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.