Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Bawaslu Loloskan Eks Koruptor, DKPP Bisa Jadi Penengah

Kompas.com - 01/09/2018, 06:12 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meloloskan mantan narapidana kasus korupsi sebagai calon anggota legislatif (caleg) dipertanyakan berbagai pihak.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar menilai, tindakan Bawaslu merupakan bentuk perlawanan terhadap peraturan perundang-undangan.

Peraturan itu adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang memuat larangan mantan napi korupsi mendaftar sebagai caleg.

Baca juga: Bawaslu dan KPU Diminta Berpandangan Sama soal Bacaleg Eks Koruptor

"Jadi, kalau dia melawan PKPU, menurut saya itu pelanggaran hukum," kata Zainal saat dihubungi Kompas.com, Jumat (31/8/2018).

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar ketika ditemui di kantor DPP PSI, Jakarta, Minggu (5/11/2017).KOMPAS.com/ MOH NADLIR Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar ketika ditemui di kantor DPP PSI, Jakarta, Minggu (5/11/2017).
Menurut Zainal, Bawaslu bisa saja dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

"Kalau mereka (Bawaslu dan KPU) gontok-gontokan (soal PKPU) ya bisa ke DKPP. Paling sederhana DKPP bisa menjadi penengah," ujar Zainal.

Bawaslu, lanjut Zainal, harusnya memahami bahwa aturan PKPU mengikat, baik KPU maupun Bawaslu.

Jika Bawaslu tak setuju dengan isi PKPU, bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA), bukan mengabaikan isinya.

Zainal mengatakan, hanya MA yang berwenang menggugurkan peraturan yang telah diundangkan.

"Harusnya kalau Bawaslu tidak suka aturan itu, uji materi," kata Zainal.

Baca juga: Pakar: Jangan Berpikir Eks Koruptor Boleh Nyaleg karena Tak Dilarang di UU

"Karena aturan (PKPU) itu sudah keluar. Aturan itu sudah dapat nomor, secara administrasi sudah diundangkan," lanjut dia.

Sebelumnya, Bawaslu meloloskan lima orang mantan koruptor menjadi bakal caleg 2019. Mereka berasal dari Aceh, Toraja Utara, Sulawesi Utara, Pare-Pare, Rembang, dan Bulukumba.

Pada masa pendaftaran bacaleg, lima orang mantan koruptor tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.

Merespons keputusan KPU, kelima orang ini mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu dan Panwaslu setempat. Hasil sengketa menyatakan ketiganya memenuhi syarat (MS).

Bawaslu meloloskan mantan napi korupsi sebagai bacaleg dengan alasan berpedoman pada UU Pemilu, bukan PKPU Nomor 20 Tahun 2018.

UU Pemilu tak melarang mantan narapidana korupsi menjadi caleg.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo 17 Bacaleg di 11 Kota Teridentifikasi Eks Koruptor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com