Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daftar Panjang Korupsi Dunia Peradilan dan Fenomena Hakim Tipikor

Kompas.com - 29/08/2018, 07:24 WIB
Abba Gabrillin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak 2004 hingga Mei 2018, ada 18 hakim yang pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga tersebut.

Sebagian yang ditangkap mulai dari hakim konstitusi, hakim tinggi, hingga hakim pada pengadilan negeri.

Banyaknya hakim yang sudah ditangkap dan divonis bersalah, tampaknya belum memberikan efek jera.

Baca juga: OTT KPK di Medan Amankan 8 Orang, Termasuk Hakim dan Panitera

Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Medan, Sumatera Utara, Selasa (28/8/2018), semakin menambah panjang daftar hakim yang berurusan dengan korupsi.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dari sejumlah orang yang ditangkap, beberapa di antaranya merupakan pimpinan pengadilan negeri dan dua panitera pengadilan.

Dalam penangkapan, petugas KPK menemukan barang bukti dalam mata uang dollar Singapura.

Baca juga: Hakim Kembali Terjaring OTT KPK, KY Sebut Tamparan bagi Dunia Peradilan

Rencananya, pimpinan KPK akan menggelar jumpa pers terkait penangkapan tersebut pada Rabu (29/8/2018).

KPK memiliki waktu untuk melakukan pemeriksaan dan gelar perkara sebelum menentukan status penanganan perkara dan pihak-pihak yang ditangkap.

 

Fenomena hakim tipikor

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan melalui pesan singkat mengatakan bahwa dalam kasus ini diduga telah terjadi transaksi antara pihak yang berperkara dengan hakim.

Transaksi itu diduga terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi di Medan

Fenomena hakim tipikor yang terjerat korupsi bukan sesuatu yang baru. Setidaknya ada tujuh hakim yang ditangkap KPK karena terbukti korupsi saat mengadili perkara tindak pidana korupsi.

Baca juga: Terima Suap, Hakim Tipikor Bengkulu Divonis 7 Tahun

Tersangka Hakim ad hoc pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Semarang Kartini Julianna Mandalena Marpaung setelah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lalu dibawa ke Jakarta melalui Bandar Udara Ahmad Yani, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (17/8/2012) malam. Dua hakim ad hoc pengadilan Tipikor  Kartini Julianna Mandalena Marpaung dan Heru Kisbandono ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah melakukan upacara bendera di Halaman Pengadilan Negeri Kota Semarang. Penangkapan tersebut terkait dengan dugaan suap kasus hukum yang ditangani mereka.  KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Tersangka Hakim ad hoc pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kota Semarang Kartini Julianna Mandalena Marpaung setelah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lalu dibawa ke Jakarta melalui Bandar Udara Ahmad Yani, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (17/8/2012) malam. Dua hakim ad hoc pengadilan Tipikor Kartini Julianna Mandalena Marpaung dan Heru Kisbandono ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah melakukan upacara bendera di Halaman Pengadilan Negeri Kota Semarang. Penangkapan tersebut terkait dengan dugaan suap kasus hukum yang ditangani mereka.

Hakim tipikor yang pertama kali terjerat kasus korupsi adalah Kartini Julianna Mandalena Marpaung. Hakim pada Pengadilan Tipikor Semarang tersebut ditangkap KPK pada Agustus 2012.

Kartini ditangkap bersama Heru Subandono yang juga berprofesi sebagai hakim di Pengadilan Tipikor Pontianak. Keduanya tertangkap tangan seusai melakukan transaksi suap di halaman PN Semarang.

Dari tangan Kartini, petugas KPK menemukan barang bukti berupa uang senilai Rp 150 juta yang diduga uang suap yang diterimanya.

Baca juga: Eks Hakim Tipikor Semarang Meninggal di Dalam Lapas

Halaman:


Terkini Lainnya

'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com