JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak 2004 hingga Mei 2018, ada 18 hakim yang pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga tersebut.
Sebagian yang ditangkap mulai dari hakim konstitusi, hakim tinggi, hingga hakim pada pengadilan negeri.
Banyaknya hakim yang sudah ditangkap dan divonis bersalah, tampaknya belum memberikan efek jera.
Baca juga: OTT KPK di Medan Amankan 8 Orang, Termasuk Hakim dan Panitera
Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Medan, Sumatera Utara, Selasa (28/8/2018), semakin menambah panjang daftar hakim yang berurusan dengan korupsi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dari sejumlah orang yang ditangkap, beberapa di antaranya merupakan pimpinan pengadilan negeri dan dua panitera pengadilan.
Dalam penangkapan, petugas KPK menemukan barang bukti dalam mata uang dollar Singapura.
Baca juga: Hakim Kembali Terjaring OTT KPK, KY Sebut Tamparan bagi Dunia Peradilan
Rencananya, pimpinan KPK akan menggelar jumpa pers terkait penangkapan tersebut pada Rabu (29/8/2018).
KPK memiliki waktu untuk melakukan pemeriksaan dan gelar perkara sebelum menentukan status penanganan perkara dan pihak-pihak yang ditangkap.
Fenomena hakim tipikor
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan melalui pesan singkat mengatakan bahwa dalam kasus ini diduga telah terjadi transaksi antara pihak yang berperkara dengan hakim.
Transaksi itu diduga terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi di Medan
Fenomena hakim tipikor yang terjerat korupsi bukan sesuatu yang baru. Setidaknya ada tujuh hakim yang ditangkap KPK karena terbukti korupsi saat mengadili perkara tindak pidana korupsi.
Baca juga: Terima Suap, Hakim Tipikor Bengkulu Divonis 7 Tahun
Hakim tipikor yang pertama kali terjerat kasus korupsi adalah Kartini Julianna Mandalena Marpaung. Hakim pada Pengadilan Tipikor Semarang tersebut ditangkap KPK pada Agustus 2012.
Kartini ditangkap bersama Heru Subandono yang juga berprofesi sebagai hakim di Pengadilan Tipikor Pontianak. Keduanya tertangkap tangan seusai melakukan transaksi suap di halaman PN Semarang.
Dari tangan Kartini, petugas KPK menemukan barang bukti berupa uang senilai Rp 150 juta yang diduga uang suap yang diterimanya.
Baca juga: Eks Hakim Tipikor Semarang Meninggal di Dalam Lapas
KPK juga pernah menahan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Pragsono, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di DPRD Grobogan, Jawa Tengah, pada Desember 2013.
Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan hakim ad hoc Tipikor Palu, Sulawesi Tengah, Asmadinata.
Berikutnya, yakni hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung Ramlan Comel. Ramlan ditahan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung.
Baca juga: Terima Suap, Dua Mantan Hakim Tipikor Divonis 7 Tahun Penjara
Pada 2016, KPK menangkap Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, dan hakim PN Kota Bengkulu Toton. Keduanya ditangkap karena menerima suap saat mengadili perkara korupsi penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus di Bengkulu.
Pada Oktober 2017, KPK menetapkan Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono sebagai tersangka. Sudi menerima suap dari anggota Komisi XI DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar, Aditya Anugrah Moha.
Pemberian suap tersebut untuk mempengaruhi putusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) Kabupaten Boolang Mongondow.
MA diminta tegas
Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Dio Ashar mengatakan, penangkapan hakim ini menunjukkan adanya praktik korupsi yang mengakar di institusi peradilan.
Salah satu penyebabnya karena pengawasan yang lemah sehingga semakin memperbesar potensi korupsi di institusi peradilan.
"Kami meminta Mahkamah Agung segera menindak tegas para hakim dan pegawai pengadilan yang tertangkap tangan sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujar Dio kepada Kompas.com, Selasa.
Baca juga: KPK Sarankan Penguatan Pengawasan Internal Hakim Tipikor
Selain itu, MA dinilai juga perlu memastikan Peraturan MA Nomor 8 Tahun 2018 dijalankan pada kasus saat ini dan implementasi kedepannya.
Salah satunya, Ketua Pengadilan Tinggi wajib menindak dan menonaktifkan para hakim sesuai dengan ketentuan Perma tersebut.
Kemudian, MA perlu segera melakukan pembenahan manajemen perkara, terutama di tingkat Pengadilan Negeri agar menutup celah praktik suap dan korupsi.
Terakhir, MaPPI mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk aktif bersama MA dalam melakukan pengawasan kepada hakim.
Baca juga: Calon Hakim Tipikor Ini Akui Pernah Diperiksa KPK
Sementara itu, Juru Bicara KY Farid Wajdi mengatakan, pihaknya sebenarnya telah berupaya melakukan serangkaian usaha percegahan agar kejadian ini tidak berulang. Namun, kenyataannya masih ada hakim yang tertangkap tangan oleh KPK.
Dalam rangka pencegahan, menurut Farid, KY telah menggandeng unsur pimpinan pengadilan untuk bersama-sama meminimalisir potensi terjadinya pelanggaran kode etik.
KY juga terus mengingatkan pimpinan pengadilan agar menjadi teladan yang menampilkan kemuliaan profesi.
"Sekalipun OTT kali ini melibatkan unsur pimpinan, tetapi KY akan terus melakukan hal itu. Perlu komitmen yang lebih besar dan tindakan konkret, lebih dari sekadar peraturan. Sebagai pimpinan harus memberikan teladan kepada bawahan," kata Farid.