JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Setara Institute Hendardi menilai, gerakan #2019GantiPresiden merupakan aspirasi politik warga yang biasa saja.
Hendardi menilai, pelarangan yang berlebihan atas aksi tersebut seperti yang terjadi belakangan ini justru bertentangan dengan semangat konstitusi dan demokrasi.
"Bahkan penyampaiannya di muka umum merupakan hak yang dijamin oleh konstitusi, karena UUD Negara RI 1945 menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul," kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/8/2018).
Ia menjelaskan, secara operasional hak untuk bebas berpendapat dan berkumpul dijamin dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Tata Cara Mengemukakan Pendapat di Muka Umum.
Namun demikian, mengingat kebebasan berpendapat dan berkumpul merupakan hak yang bisa ditunda pemenuhannya (derogable rights), maka tindakan aparat keamanan yang melarang beberapa acara tersebut dapat dibenarkan.
Alasan-alasan obyektif dimaksud dapat berupa potensi instabilitas keamanan, potensi pelanggaran hukum baik dalam terkait konten kampanye yang oleh beberapa pakar bisa dikualifikasi makar, pelanggaran hukum pemilu, khususnya larangan penyebaran kebencian dan permusuhan, maupun dalam konteks waktu kampanye.
Penggunaan alasan-alasan tersebut merupakan hak subyektif institusi keamanan yang bertolak dari analisis situasi dan potensi destruktif lainnya dan dibenarkan oleh UU 9/1998 dan peraturan turunannya.
"Sebagai hak subyektif, maka jika masyarakat tidak menerima langkah pembatalan, maka bisa mempersoalkannya melalui mekanisme hukum," kata Hendardi.
Hendardi mengatakan, polisi, dengan bekal sejumlah regulasi seperti UU 9/1998 dan Peraturan Pemerintah Nomor 60/2017 tenang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Keramaian Umum, Kegiatan Masyarakat Lainnya, dan Pemberitahuan Kegiatan Politik, memiliki kewenangan melakukan pembatalan suatu kegiatan.
Baca juga: Deklarasi #2019GantiPresiden Dilarang Polisi, Luhut Tepis Pemerintah Anti Kritik
Namun, untuk menjaga akuntabilitas kerja, aparat keamanan harus menyampaikan alasan-alasan pembatalan itu pada pihak yang hendak menyelenggarakan kegiatan.
Untuk menghindari kegaduhan berkelanjutan, pihak penyelenggara kegiatan juga diharapkan memilih diksi kampanye yang tidak memperkuat kebencian pada pasangan calon lain, karena seharusnya pemilihan presiden adalah kontestasi gagasan.
"Warga harus disuguhi informasi alasan-alasan faktual untuk memilih atau tidak memilih seorang calon. Bukan diprovokasi dengan slogan yang tidak mencerdaskan," ujarnya.