Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zulkifli Anggap Berlebihan Wacana Angket DPR soal Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Kompas.com - 03/07/2018, 14:36 WIB
Kristian Erdianto,
Rakhmat Nur Hakim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan menganggap berlebihan wacana penggunaan hak angket DPR terkait peraturan KPU yang melarang mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif.

Aturan tersebut tertuang dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018.

"Berlebihan kalau harus angket, pansus, macam-macam," ucap Zulkifli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Baca juga: Muncul Wacana Hak Angket Terkait Larangan Pencalegan Mantan Koruptor

Menurut Ketua Umum PAN itu, semua pihak harus menghormati keputusan KPU.

Jika ada pihak yang merasa dirugikan aturan tersebut, Zulkifli menyarankan menempuh jalur yang ada seperti mengadu ke Bawaslu.

"Nah, kita ikuti saja itu. Nanti biar publik menilai. Kalau orang sudah menilai terpidana berat, kemudian dipaksakan untuk menjadi caleg, saya kira nanti publik akan menilai partai ini pro pemberantasan korupsi atau tidak," ucap Zulkifli.

Zulkifli mengaku mendengar ada banyak mantan koruptor yang ingin maju dalam Pileg 2019. Dengan demikian, aturan itu bisa mencegah mereka menjadi wakil rakyat.

Baca juga: PKPU Larangan Koruptor Jadi Caleg, dari Sikap Jokowi hingga Ancaman Angket DPR

Anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi sebelumnya menyebutkan, saat ini tengah muncul wacana pengajuan hak angket kepada KPU di Komisi II DPR.

Wacana itu muncul setelah KPU mempublikasikan PKPU tersebut tanpa pengesahan Kementerian Hukum dan HAM.

KPU menganggap PKPU tersebut tetap sah dan menjadi acuan dalam Pemilu 2019.

Baca juga: Jokowi Diminta Tegur Menkumham soal PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

"(Hak angket) salah satu opsi yang coba kami ambil. Pembicaraan sudah di grup internal Komisi II karena melihat KPU ini sudah terlalu jauh melencengnya," kata Awi, sapaannya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).

"Saking emosinya, teman-teman Komisi II bilang 'bisa-bisa KPU nih kita angketkan'. Itu jadi pembicaraan informal dan tidak menutup kemungkinan kalau ini tidak ada penyelesaian, mengental menjadi beneran," lanjut Awi.

Ia menambahkan, pengajuan hak angket kepada KPU bukan hal baru. Sebab, Pada tahun 2009, DPR pernah mengajukan hak angket lantaran KPU dinilai bertanggung jawab terkait kesemrawutan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Namun, ia menolak jika usulan hak angket tersebut seolah diajukan DPR demi membolehkan mantan koruptor menjadi caleg.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com