Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Larangan Eks Koruptor Nyaleg, Moeldoko Tegaskan Pemerintah Tak Bisa Dikte KPU

Kompas.com - 02/07/2018, 16:44 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan, eksekutif tak bisa mengintervensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam hal pembuatan sebuah aturan. KPU merupakan lembaga yang independen.

Pernyataan ini terkait KPU yang memberlakukan aturan bahwa mantan narapidana kasus korupsi tidak boleh mengikuti pemilihan anggota legislatif tingkat daerah dan provinsi.

"Pemerintah tidak dapat mendikte, mengintervensi dan seterusnya. Kuncinya di situ. Jadi saya pikir, itu adalah kebijakan yang mandiri," ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (2/7/2018).

Baca juga: Bertemu Mendadak, Tjahjo dan Wiranto Bahas PKPU yang Larang Eks Koruptor Jadi Caleg

Ia pun berharap, Peraturan KPU tersebut ditaati oleh seluruh pihak terkait.

"Kalau KPU sudah menentukan seperti itu, ya itu menjadi kiblat bagi semuanya," lanjut mantan Panglima TNI tersebut.

Soal Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang hingga saat ini belum mengundangkan PKPU itu, Moeldoko tak mau ikut-ikutan berkomenntar. Menurut dia, itu adalah hal teknis pada sistem pembuatan peraturan.

Baca juga: Ketua KPU Anggap Sah PKPU Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg

"Saya enggak bisa menjawab, karena itu sangat teknis," ujar Moeldoko.

Diberitakan, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tantowi mengatakan, larangan mantan narapidana ikut pemilihan legislatif daerah dan pusat, sudah resmi berlaku seiring dengan diumumkannya ke publik.

KPU berprinsip, aturan tersebut adalah sah dan tetap berlaku meskipun Kemenkumham tidak mengundangkannya.

Baca juga: KPK Berharap Parpol Dukung PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

"Sudah diumumkan di Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) KPU. Sudah bisa dijadikan pedoman (Pileg 2019)," ujar Pramono melalui pesan singkat, Sabtu (30/6/2018) lalu. 

Diketahui, larangan tersebut diatur dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Melalui Staf Khusus Presiden Adita Irawati, Presiden Joko Widodo mengatakan, menghormati keputusan KPU untuk memberlakukan aturan itu.

Baca juga: KPU Sebut Masih Ada Ruang Perbaiki PKPU Lewat Uji Materi di MA

"Presiden menghormati langkah KPU sebagai lembaga yang mandiri," ujar Adita ketika dikonfirmasi Kompas.com Senin.

Apabila ada yang keberatan dengan peraturan tersebut, Presiden Jokowi mempersilahkannya untuk menggunakan mekanisme yang ada, yakni mengajukan uji materi di Mahkamah Agung (MA).

"Yang tidak puas atas langkah KPU, dapat mengambil langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku," lanjut Adita.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum akhirnya merilis peraturan baru dalam Pemilu Legislatif 2019.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com