Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Batalkan Kewenangan MKD, Ini Komentar Fadli Zon

Kompas.com - 29/06/2018, 10:33 WIB
Kristian Erdianto,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, pihaknya akan mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sejumlah kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan hak imunitas anggota DPR dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

"Nanti kami pelajari, kami kan belum terima putusan aslinya seperti apa, saya kira tentu MK punya pertimbangan-pertimbangan yang mempunyai dasar," ujar Fadli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/7/2018).

Baca juga: MK Batalkan Kewenangan MKD untuk Pidanakan Pihak yang Merendahkan DPR

Kendati demikian, kata Fadli, pimpinan DPR akan membahas putusan MK tersebut.

Dengan begitu terdapat mekanisme internal terkait kewenangan MKD yang selaras dengan putusan MK.

"Sehingga ada satu hal yang baku terkait dengan, kalau ada anggota yang ada masalah atau hal lain yang menyangkut keputusan MK tersebut," kata Fadli.

"Tentu kami harus menyesuaikan. Kami akan pelajari dan kami selaraskan sehingga ada aturan standar baku dan pasti," ucapnya.

Baca juga: MK: Pemeriksaan Anggota DPR Tak Perlu Pertimbangan MKD

Dalam sidang putusan uji materi UU MD3, Kamis (28/6/2018), MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi.

Pertama, MK mengabulkan permohonan pemohon dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi untuk membatalkan ketentuan Pasal 73 ayat (3), Ayat (4), Ayat (5), dan Ayat (6) UU MD3.

Dalam pasal tersebut, DPR berhak melakukan panggilan paksa setiap orang yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah. Panggilan paksa ini dilakukan dengan menggunakan kepolisian.

MK juga membatalkan kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mempidanakan orang yang merendahkan martabat DPR. Ketentuan ini semula diatur dalam pasal 122 huruf l UU MD3.

Baca juga: MK Batalkan Kewenangan MKD untuk Pidanakan Pihak yang Merendahkan DPR

Selain itu, MK mengubah ketentuan pasal 245 ayat (1) yang mengatur pemeriksaan anggota DPR harus melalui pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebelum mendapatkan izin tertulis dari Presiden.

MK menilai pemeriksaan anggota DPR cukup mendapatkan izin Presiden, tanpa harus melalui pertimbangan dari MKD.

Pasal 245 ayat (1) UU MD3 semula berbunyi: Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi dan mengubah ketentuan pasal tersebut.

Bunyi pasal 245 ayat (1) yang disusun MK kini berbunyi: Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden.

Frasa 'setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan' dihapus oleh MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com