JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia mencatat 10 laporan dugaan pelangggaran jelang pemungutan suara Pilkada serentak 2018 pada 27 Juni besok.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Jenderal KIPP Indonesia Kaka Suminta melalui keterangan tertulisnya, Selasa (26/6/2018).
1. Daftar pemilih yang masih bermasalah
Dilaporkan, hampir di semua daerah yang melaksanakan pilkada, ada warga yang berhak memilih namun tidak ada dalam daftar pemilih.
Baca juga: Libur Pilkada Serentak, Bank Mandiri Buka 127 Cabang
"Namun warga yang seharusnya tidak berhak memilih karena sudah meninggal, pindah, tidak diketahui keberadaanya, masih terdaftar di daftar pemilih," katanya.
2. Potensi pemilih siluman
Menurut Kaka, pemilih siluman hadir akibat penerbitan e-KTP dan surat keteranan (suket) yang tidak benar serta tak dikordinasikan dengan KPU dan Bawaslu.
"Ada potensi pemilih siluman pemilih lintas batas terkait libur nasional di semua daerah perbatasan antara daerah yang melaksanakan pilkada dan yang tidak melaksanakan pilkada," kata dia.
Baca juga: Bawaslu Lakukan Pemetaan Kerawanan di TPS saat Pilkada Serentak 2018
3. Hak pemilih untuk warga negara khusus
Misalnya, para tahanan di Lapas, Rutan, baik Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rutan Kepolisian, panti sosial, dan rumah sakit.
"Khususnya di kota-kota besar, selain rawan manipulasi dan penyalahgunaan hak pilih, juga rawan mobilisasi," kata Kaka.
4. Formulir C6
Kaka menyebutkan, masih ada ribuan warga yang tidak melaporkan mendapatkan formulir C6, misalnya laporan dari Bekasi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jawa Timur.
"Laporan ketidakjelasan tentang form C6 yang belum diterima warga masih terus diterima," ujar Kaka.
Baca juga: Bawaslu Temukan 500 Kasus ASN Tak Netral pada Pilkada Serentak
5. Keterlambatan dan kekurangan logistik pilkada