Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RKUHP dan Ketidakadilan terhadap Keluarga Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu

Kompas.com - 11/06/2018, 07:02 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masuknya sejumlah tindak pidana khusus dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menuai kritik dari kalangan masyarakat sipil.

Selain ketentuan tindak pidana korupsi, pengaturan tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia (HAM) juga menjadi sorotan.

Pasalnya, ketentuan tindak pidana terhadap HAM dalam RKUHP justru tak memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu.

Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, masuknya sejumlah pasal tindak pidana terhadap HAM ke RKUHP akan menghapus beberapa asas hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM).

Salah satu asas penting yang tak akan berlaku lagi adalah asas retroaktif.

"Kalau pakai draf sekarang, enggak akan ada lagi asas retroaktif," ujar Erasmus saat ditemui di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (10/6/2018).

Baca: RKUHP Berpotensi Hentikan Penuntasan Pelanggaran HAM Masa Lalu

Asas retroaktif memungkinkan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu atau kasus yang terjadi sebelum UU Pengadilan HAM terbit diproses secara hukum. Sebab, UU Pengadilan HAM dapat berlaku surut.

Asas ini memang bersifat khusus karena KUHP tidak mengenal ketentuan tersebut.

Pasal 1 ayat (1) Buku Kesatu KUHP mengatur soal asas non retroaktif atau tidak berlaku surutnya aturan pidana terhadap suatu tindak kejahatan yang terjadi sebelum UU diterbitkan.

Namun, menurut Erasmus asas retroaktif akan hilang begitu tindak pidana berat terhadap HAM diatur dalam KUHP.

Pasal 723 RKUHP per 9 April 2018 menyebutkan, dalam jangka waktu 1 tahun sejak KUHP dinyatakan berlaku, Buku Kesatu menjadi dasar bagi ketentuan-ketentuan pidana lainnya, termasuk UU Pengadilan HAM.

"Pasal yang sudah dicabut dari UU Pengadilan HAM masuk ke KUHP, ya akan ikut Buku Kesatu. Kalau enggak ada aturan khusus di Buku Kesatu atau penyebutan khusus maka seluruh ketentuan pidana di Buku Kedua harus ikut Buku Kesatu," kata Erasmus.

Baca juga: Muhammadiyah Pertanyakan Janji Nawa Cita Jokowi soal HAM

Halaman:


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com