Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RKUHP dan Ketidakadilan terhadap Keluarga Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu

Kompas.com - 11/06/2018, 07:02 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Ketidakadilan

Secara terpisah, Kepala Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia mengatakan, masuknya ketentuan tindak pidana berat terhadap HAM dalam RKUHP akan menimbulkan ketidakadilan bagi keluarga korban.

Menurut Putri, hilangnya ketentuan asas retroaktif berpotensi menutup upaya penuntasan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.

"(Pengaturan) ini menutup peluang untuk mendorong penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan upaya korban untuk mendapatkan keadilan," ujar Putri.

Saat ini ada tujuh kasus pelanggaran HAM yang belum diusut tuntas. Meski berkas penyelidikan Komnas HAM telah diserahkan ke Kejaksaan Agung, namun belum ada proses penyidikannya.

Ketujuh kasus itu adalah Kasus Semanggi I dan II, peristiwa penghilangan paksa pada 1997-1998, Tragedi Mei 1998, Kasus Talang Sari, Kasus Penembakan Misterius, Tragedi 1965-1966, serta Kasus Wasior dan Wamena.

Baca: Komnas HAM Nilai RKUHP Lumpuhkan Penuntasan Kejahatan HAM Masa Lalu

Persoalan lain yang menjadi sorotan Putri adalah tidak dicantumkannya asas pertanggungjawaban komando. Dengan demikian, hanya pelaku lapangan saja yang dapat diadili di pengadilan.

Putri mengatakan, tidak diaturnya ketentuan pertanggungjawaban komando dalam RKUHP tak sesuai dengan asas hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Pasal 42 UU Pengadilan HAM menyebutkan, komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pasukannya.

Artinya, jika suatu pelanggaran HAM dilakukan oleh pihak militer, maka komandan tertinggi lembaga tersebut bisa diadili sesuai dengan tindak pidana yang terjadi.

Baca: Berdasarkan RKUHP, Hanya Pelaku Lapangan yang Diadili Terkait Pelanggaran HAM

Jadi kejahatan biasa

Putri menilai, dengan masuknya tindak pidana HAM dalam RKUHP akan menghilangkan norma khusus yang diatur dalam UU Pengadilan HAM.

Selain itu, pelanggaran HAM akan menjadi delik biasa dalam RKUHP dan kehilangan sifatnya sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.

"Yang pasti ada kekhawatiran soal hilangnya kekhususan dari UU Pengadilan HAM itu sendiri. Pelanggaran HAM masuk kategori extraordinary crime, kalau dimasukkan ke KUHP, jadi seperti delik pidana biasa," kata Putri.

Berdasarkan draf RKUHP per 9 April 2018, tindak pidana berat terhadap HAM diatur dalam bab Tindak Pidana Khusus Pasal 680 sampai 683.

Bentuk pelanggaran HAM yang diatur mencakup genosida, serangan meluas dan sistematis terhadap warga sipil, tindak pidana dalam konflik bersenjata atau perang, dan agresi.

Kompas TV Polemik munculnya pasal-pasal tindak pidana korupsi ke dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana terus bergulir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com