Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KUHP Terancam Gagal Jadi "Kado" dari DPR Saat HUT RI ke-73

Kompas.com - 08/06/2018, 12:35 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terancam gagal menjadi "kado" dari DPR untuk HUT RI ke-73 pada Agustus mendatang.

Saat acara buka puasa bersama Presiden Joko Widodo, Senin (28/5/2018), Ketua DPR RI Bambang Soesatyo memastikan pembahasan RKUHP akan selesai sebelum peringatan HUT RI ke-73.

Bahkan, ia menjanjikan KUHP akan menjadi kado bagi bangsa Indonesia dari DPR saat peringatan kemerdekaan RI.

Namun, dalam rapat koordinasi terbatas yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, masih terdapat perbedaan pendapat soal masuknya sejumlah pasal tindak pidana korupsi (tipikor) dalam rancangan KUHP (RKUHP).

Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Usulkan Tindak Pidana Korupsi Diatur dalam RKUHP

Hadir dalam rapat itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Ketua Tim Panitia Kerja (Panja) RKUHP dari pemerintah Enny Nurbaningsih dan anggota Tim Panja RKUHP dari DPR Arsul Sani.

Pemerintah dan DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mencapai titik temu terkait persoalan tersebut.

Di sisi lain, RKUHP juga mendapat sorotan publik karena sejumlah pasal yang dianggap kontroversial. Setidaknya ada 16 pasal yang menjadi pending isu dalam pembahasan antara pemerintah dan DPR.

Baca juga: Muhammadiyah Nilai Pasal Korupsi di RKUHP sebagai Operasi Senyap Lemahkan KPK

Misalnya, RKUHP mendapat penolakan dari masyarakat karena memasukkan perluasan pasal zina. Aturan ini dinilai mengancam adanya kriminalisasi di ranah privat. Pasal zina juga dianggap berpotensi mengkriminalisasi korban pemerkosaan dan kelompok rentan.

Pasal lain yang menjadi sorotan adalah pasal penghinaan presiden dan wakil presiden, serta pasal penghinaan pemerintah. Pasal ini dikhawatirkan mengancam kebebasan berekspresi masyarakat dan menjadi alat pemerintah untuk membungkam kritik.

Perbedaan pendapat

Wiranto menilai perbedaan pendapat terkait hal itu merupakan hal yang lumrah. Sebab, proses pembahasan masih terus berjalan.

"RUU KUHP ini kan belum final. Masih dalam proses. Kalau di sana sini ada perbedaan lumrah saja dan saat ini kami mencoba untuk menyatukan pendapat dalam mengatasi perbedaan itu," ujar Wiranto saat memberikan keterangan usai rapat koordinasi terbatas di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (7/6/2018).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto saat memberikan keterangan usai rapat koordinasi terbatas di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (7/6/2018). KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto saat memberikan keterangan usai rapat koordinasi terbatas di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (7/6/2018).
Menurut Wiranto, ada beberapa pasal yang masih menjadi perdebatan antara pemerintah, DPR dan KPK.

Beberapa hal yang menjadi perdebatan antara lain terkait ketentuan mengenai sanksi atau ancaman pidana dan masuknya delik tipikor dalam RKUHP.

Oleh sebab itu, kata Wiranto, pertemuan lanjutan masih akan terus dilakukan untuk menyatukan pendapat.

"Dengan demikian maka kami sepakat akan ada pertemuan-pertemuan berikutnya untuk mematangkan ini," kata Wiranto.

Pemerintah dan DPR tetap berpendapat bahwa empat pasal pidana pokok dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) harus diatur dalam RKUHP. Empat pasal itu adalah Pasal 2, 3, 5 dan 11.

Halaman Berikutnya
Halaman:



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com