Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Artidjo: Rakyat Butuh Caleg Bersih, Bukan Bekas Koruptor

Kompas.com - 30/05/2018, 23:31 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar menilai pencalonan kembali mantan koruptor sebagai calon legislatif dalam pemilu tidaklah elok secara etika.

Menurutnya, rakyat membutuhkan bahan baku pemimpin terbaik sebagai wakilnya di parlemen. Oleh karena itu, calon legislatif haruslah bersih dan tak cacat hukum, bukan bekas koruptor.

"Saya kira hal yang memprihatinkan kalau koruptor itu masih dapat mencalonkan lagi," ujarnya di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Rabu (29/5/2018).

Ia menuturkan, Indonesia adalah negara yang besar dengan sumber daya manusia yang berlimpah. Artidjo yakin banyak SDM yang berkualitas dan layak untuk maju sebagai caleg 2019.

Baca juga: Jokowi Minta KPU Telaah Lagi Larangan Mantan Napi Korupsi Nyaleg

Oleh karena itu, menurutnya, tak perlu para mantan koruptor dipersilakan maju kembali dalam pemilihan legislatif 2019. Dengan begitu, ia yakin masa depan Indonesia akan lebih baik.

"Secara etika saya kira itu akan lebih baik, akan memberikan prospek masa depan bangsa kita ini sehingga dengan demikian kita bisa menatap masa depan yang lebih baik dan supaya tidak terbebani masa lalu," kata dia.

Artidjo yang dikenal hakim yang ditakuti koruptor karena kerap menambah masa hukuman tidak sepakat bila pelarangan mantan koruptor nyaleg disebut bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).

Baca juga: KPK Dukung KPU Larang Mantan Napi Korupsi Ikut Pileg 2019

Sebab meski status koruptor, seseorang juga dipenuhi hak-haknya oleh negara misalnya hak sebagai terdakwa dan hak di pengadilan. Namun, setelah proses itu, secara hukum dan sosial kata dia, para mantan koruptor ini telah cacat secara yuridis.

Hal ini lah yang secara etika tidak tepat seorang mantan koruptor kembali mencalonkan kembali sebagai calon pemimpin rakyat di pemilu.

Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan melarang mantan koruptor untuk maju sebagai caleg 2019. Namun usul itu menuai pro dan kontra, sebagain mendukung, namun sebagian lagi justru menolaknya dengan berbagai alasan.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum tetap pada keputusannya untuk melarang mantan napi korupsi mencalonkan diri sebagai Caleg.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com