Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budiman Sudjatmiko: Presiden Paling Berhasil adalah Jokowi, Bukan Soeharto

Kompas.com - 20/05/2018, 17:05 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Farid Assifa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko mengatakan, survei Indobarometer secara tidak langsung menunjukkan bahwa Joko Widodo adalah presiden yang paling berhasil memimpin Indonesia.

Diketahui, survei Indo Barometer yang dirilis Minggu (20/5/2018) menyebutkan, 32,9 persen responden memilih Soeharto sebagai presiden yang paling berhasil. Urutan kedua dan ketiga diikuti Soekarno yang dipilih 21,3 persen responden dan Joko Widodo dipilih 17,8 responden.

Adapun, posisi keempat dan kelima ditempati oleh Susilo Bambang Yudhoyono (dipilih 11,6 persen responden) dan BJ Habibie (dipilih 3,5 persen responden).

Pencapaian keberhasilan Soeharto, Soekarno dengan Jokowi, lanjut Budiman, tidak bisa dibandingkan. Sebab, periode kepemimpinan ketiga presiden itu berbeda jauh. Soeharto berkuasa selama 32 tahun dan Ir Soekarno menjadi presiden selama 22 tahun.

Sementara Jokowi yang kini belum menyelesaikan satu masa periode kepemimpinannya (sekitar 4 tahun) saja sudah berada pada posisi ketiga.

Baca juga: Survei Indo Barometer, Soeharto Dinilai sebagai Presiden Paling Berhasil

Dengan demikian, menurut Budiman, boleh dibilang bahwa mayoritas responden memilih Jokowi sebagai presiden yang paling berhasil.

"Artinya di sini, Pak Jokowi mendapatkan posisi bagus, Jokowi lebih tinggi (dibandingkan dengan presiden pasca-reformasi)," ujar Budiman kepada wartawan ketika dijumpai di bilangan Senayan, Jakarta, Minggu (20/5/2018).

Budiman menambahkan, hal itu disebabkan oleh Jokowi yang berhasil memecahkan opini publik mengenai pembangunan yang masif.

"Dulu ada anggapan, pembangunan bisa berhasil kalau pemerintahannya sentralistik atau otoriter, semua bisa jalan. Nah, Pak Jokowi bisa membuktikan bahwa pembangunan bisa berjalan, bahkan merata di era pemerintahan yang demokratis," ujar Budiman.

Menurut Budiman, memang sulit melaksanakan pembangunan yang masif apabila kekuasaan tidak sentralistik. Ini berkaitan dengan banyak hal, salah satu yang paling menentukan adalah politik anggaran.

Baca juga: Jokowi: Bersihkan Lembaga Pendidikan dari Ideologi Sesat Terorisme

Apalagi, di era sekarang, situasi otonomi daerah sudah berkembang pesat di mana wewenang pemerintah pusat tidak lagi semutlak era Orde Baru. Namun nyatanya Jokowi mampu menembus batas-batas itu dan melaksanakan pembangunan secara merata.

"Jauh lebih susah loh membangun di pemerintahan demokratis ketimbang membangun di era sentralistis. Karena dulu ada faktor stabilitas yang lebih terjamin. Nah, sekarang kan dinamis. Gubernur, bupati, wali kota saja bisa berbeda partai politik dengan presiden," ujar Budiman.

"Di sinilah mungkin Pak Jokowi mendapat posisi yang bagus, karena dia bisa memadukan dua hal yang dikira banyak orang mustahil digabungkan, yaitu kebebasan dan pembangunan infrastruktur," lanjut dia.

Kompas TV Berikut tiga berita terpopuler rangkuman KompasTV 18 Mei 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com