Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

Kontroversi UU MD3 dan Upaya Menjaga Marwah Wakil Rakyat

Kompas.com - 22/03/2018, 16:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Bayu Galih

SALAH satu isu yang saat ini sedang hangat dibicarakan pelajar dan mahasiswa yang sedang studi di luar negeri adalah kontroversi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 terbaru yang telah disahkan DPR.

Secara kasat mata, tentunya kita sebagai rakyat Indonesia sangat berkeyakinan bahwa semua anggota DPR yang terpilih memiliki kualitas di atas rata-rata, baik dari segi pendidikan dan pengalaman. Sehingga, sangat tidak mungkin mereka membuat UU yang akan melanggar hak konstitusional rakyat Indonesia dan melanggar konstitusi (UUD 1945).

Menurut penalaran yang wajar, hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh DPR. Sebab, para anggota DPR sangat memahami bahwa undang-undang yang mereka buat tidak boleh melanggar hak konstitusional warga negara yang diatur dalam UUD 1945.

Terlebih lagi, undang-undang yang dibuat dan disahkan oleh DPR pastinya akan mengikat kepada seluruh rakyat Indonesia. Bahkan, UU MD3 akan mengikat anggota DPR sendiri, serta keluarga dan konstituennya.

(Baca juga: Menyandarkan Harapan soal UU MD3 ke Bahu MK...)

Namun, fakta yang terjadi adalah UU MD3 terbaru ini, yang merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, malah secara substansi banyak menimbulkan kontroversi.

Beberapa pasal yang secara substansi menimbulkan kontroversi adalah sebagai berikut.

1. Pasal 122 huruf k terkait dengan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Di dalamnya dinyatakan bahwa MKD bertugas mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Pasal ini seolah-olah menganggap DPR antikritik dan kebal hukum sehingga seolah-olah ada upaya kriminalisasi terhadap praktik demokrasi. Khususnya, apabila nanti ada masyarakat yang kritis terhadap DPR dengan menyampaikan kritik, maka akan dianggap "menghina" DPR. Selanjutnya, mereka yang kritis berpotensi dibawa ke MKD dan diadili oleh MKD.

Bisa dibayangkan apabila nantinya pasal ini berlaku, maka akan banyak masyarakat mengantre untuk diadili oleh MKD karena dianggap menghina DPR dan pada akhirnya MKD berubah menjadi seperti pengadilan negeri.

2. Pasal 73 terkait pemanggilan paksa. Dalam pasal ini disebutkan bahwa DPR dibolehkan memanggil paksa setiap orang dengan bantuan aparat kepolisian plus ada klausa dibolehkan untuk menyandera selama 30 hari.

Pasal ini dapat dimaknai, seolah-olah DPR memosisikan sebagai aparat penegak hukum yang bisa dengan mudah memaksa dan menyandera masyarakat.

3. Pasal 245 terkait dengan pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana.

Pasal ini seolah-olah membuat anggota DPR kebal hukum karena penyidikan terhadap anggota DPR harus melalui izin tertulis Presiden dan pertimbangan tertulis dari MKD.

Proses ini tentu akan menambah panjang birokrasi sehingga hal ini menegaskan bahwa anggota DPR seolah-olah ingin diperlakukan berbeda dari pejabat lain.

(Baca juga: UU MD3 Disahkan, MKD Janji Tak Persulit Pemeriksaan Anggota DPR)

Putusan MK terkait UU MD3

Halaman:
Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com