JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira menganggap kritik Partai Amanat Nasional soal pembagian sertifikat tanah yang dilakukan Presiden Joko Widodo salah sasaran.
Menurut Andreas, yang dilakukan Jokowi memang bukan reforma agraria, melainkan sertifikasi tanah milik warga sebagai pengakuan negara.
"Ini kan bukan land reform (reforma agraria). Ini sertifikasi. Ini kan sertifikasi untuk pengakuan untuk apa yang mereka sudah punya. Ya salah sasaran (kritiknya). Itu hal yang berbedalah," kata Andreas saat dihubungi, Kamis (22/3/2018).
Ia melanjutkan, program sertifikasi tanah itu sangat dibutuhkan masyarakat karena saat ini banyak tanah warga yang belum mendapat pengakuan resmi dari negara.
Karena itu, sertifikat tanah yang diperoleh akan berguna jika nantinya masyarakat menghadapi sengketa tanah.
(Baca juga: Menurut Golkar, Ini Alasan Jokowi Bikin Program Bagi-bagi Sertifikat Tanah)
Andreas menambahkan, dengan adanya program tersebut tentunya memudahkan masyarakat memperoleh apa yang menjadi haknya dengan mudah dan murah. Dengan demikian, masyarakat tak perlu mengeluarkan biaya dan waktu yang banyak.
Andreas mengungkapkan, sejatinya program yang sama pernah dilakukan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri. Namun, seiring pergantian rezim program tersebut tak lagi masif dan kini kembali difokuskan oleh Jokowi.
Ia pun mengaku banyak masyarakat yang merasa senang dengan program ini karena sudah sejak lama tanah mereka tak memiliki dokumen pengakuan resmi dari negara.
"Sehingga masyarakat kemudian merasakan betul. Ketika kami kunker (kunjungan kerja) orang-orang kampung yang tadi enggak punya sekarang punya kebanggaan, tanah mereka ini diakui oleh negara," kata dia.
Sebelumnya, anggota Komisi II dari Fraksi PAN Mohammad Hatta ikut mengkritik program pembagian sertifikat tanah ala pemerintahan Jokowi.
(Baca juga: PAN: Program Sertifikat Tanah Jokowi Jadi Jebakan Maut untuk Masyarakat)
Ia setuju dengan pendapat Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais yang menyebut program bagi-bagi sertifikat tanah merupakan program "ngibul" atau bohong untuk menutupi janji reforma agraria.
Padahal tutur dia, reforma agraria sejatinya bukanlah soal pemberian sertifikasi tanpa lebih dulu dilakukan penataan kepemilikan tanah.
Reforma agraria, kata Hatta, harus dimulai dari penataan kepemilikan tanah, termasuk menyelesaikan sengketa tanah, setelah clear, baru melakukan sertifikasi sebagai bagian akhir.