Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Strategi BI Hadapi Peredaran Uang Palsu di Masyarakat

Kompas.com - 16/03/2018, 18:07 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) memiliki tiga strategi menghadapi peredaran uang palsu di kalangan masyarakat. Deputi Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Asral Mashuri mengungkapkan tiga strategi itu terdiri dari langkah preventif, preemtif dan represif.

"Secara preventif kita berupaya uang rupiah dilindungi fitur pengaman yang baik," ungkap Asral di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (16/3/2018).

Asral mencontohkan, sindikat pemalsu uang yang dibongkar oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri pada hari ini cenderung gagal dalam meniru uang pecahan Rp 100.000 emisi 2014.

"Kita punya salah satunya fitur optically variable ink (OVI), di uang palsu sitaan ini jika dilihat dari sudut pandang berbeda tidak berubah warnanya dari emas menjadi hijau, harusnya ada perubahan warna," katanya

Baca juga : Polri Bongkar Jaringan Sindikat Uang Palsu, Enam Orang Ditangkap

Berkaca dari kegagalan sindikat tersebut, Asral menegaskan bahwa BI terus melakukan tindakan preventif dengan meningkatkan fitur pengaman dalam uang rupiah. Saat ini, BI melengkapi uang kertas rupiah dengan 18 fitur pengaman.

"Maka pemalsu uang di bagian depan saja sudah kesulitan, ini hasilnya (uang palsu) jauh dari aslinga," ungkapnya.

Strategi kedua merupakan langkah preemtif. Asral menuturkan, BI dan Polri terus melakukan sosialisasi mengenalkan keaslian uang kepada masyarakat baik melalui media massa dan edukasi langsung dengan masyarakat.

"Kita bertemu dengan kasir perbankan, kasir supermarket, retailer, masyarakat, kita lakukan workhsop dan sosialisasi," ujarnya.

Baca juga : BI: Uang Palsu Rawan Beredar Saat Pilkada Serentak 2018

Dengan demikian, apabila masyarakat memahami keaslian uang rupiah maka akan mempersempit ruang gerak sindikat uang palsu dalam mengedarkan uang palsu ke masyarakat.

BI juga memiliki sistem counterfeit analysis center yang menghimpun berbagai data terkait peredaran uang palsu. Asral berharap baik perorangan dan perbankan bisa segera melakukan klarifikasi jika menemukan dan menerima uang palsu.

"Jadi setiap uang palsu yang diklarifikasikan ke BI pasti diinput. Data base itu menjadi salah satu trigger bagi kami dibantu kepolisian dalam memulai pengungkapan kasus uang palsu," ungkapnya.

Apabila langkah preventif dan preemtif tetap bisa dilawan oleh sindikat uang palsu, maka BI akan menempuh strategi represif. Asral mengatakan, BI bersama Polri dan Kejaksaan terus berkoordinasi untuk melakukan penindakan tegas terhadap sindikat uang palsu.

Ia berharap sindikat-sindikat tersebut bisa dijerat dengan hukuman maksimal sesuai dengan Pasal 36 Ayat 2 atau Ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Mata Uang jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

"Uang palsu ini sangat merugikan. Ini juga terkait perlindungan konsumen," katanya.

Asral menegaskan, peredaran uang palsu dalam jumlah besar bisa.menurunkan daya beli masyarakat. Selain itu, uang palsu juga bisa menurunkan kepercayaan dan martabat bangsa dan negara.

"Kalau turun, dampaknya panjang dan mengganggu perekonomian nasional," pungkasnya.

Kompas TV Bareskrim Polri mengungkap praktik pemalsuan uang dengan jumlah mencapai Rp 40 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com