JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, Polri tengah mempersiapkan Peraturan Kapolri untuk menindaklanjuti disahkannya Undang-undang MD3. Perkap dikeluarkan sebagai panduan Polri dalam melaksanakan undang-undang tersebut.
"UU MD3 itu nanti kita jabarkan dengan Perkap," ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
(Baca juga: Sejumlah Kontroversi di UU MD3 yang Tak Ditandatangani Jokowi)
Selama ini Polri mengacu pada UU Polri dan KUHAP dalam operasional. Dengan adanya penambahan undang-undang tersebut, maka akan diharmonasikan dalam bentuk Perkap.
Jadi, penerapan UU MD3 akan digabung dengan beberapa aturan yang sudah ada.
Dalam UU MD3, diatur soal kewajiban Polri menghadirkan paksa seseorang atas permintaan anggota dewan untuk diminta keterangan di DPR.
"Kita lihat nanti bagaimana caranya panggil paksa atau melaksanakan yang dimaksud dalam pasal pemanggilan paksa itu seperti apa nanti. Nanti diatur dalam Perkap," kata Setyo.
Dalam klausul Pasal 73 revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) itu, ditambahkan frase "wajib" bagi polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR, namun enggan datang.
(Baca juga: Gulirkan UU MD3 ke Rakyat, Jokowi Dianggap Lempar Batu Sembunyi Tangan)
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU MD3 Supratman Andi Agtas mengatakan, penambahan frase "wajib" dalam hal pemanggilan paksa salah satunya terinspirasi saat Komisi III memanggil gubernur.
Saat itu gubernur yang dipanggil tak kunjung hadir memenuhi undangan rapat dengar pendapat.
Penambahan frase "wajib", lanjut Supratman, merupakan respons atas kegamangan Kapolri saat dimintai Pansus Angket memanggil paksa KPK.
Saat itu, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian merasa hukum acara pemanggilan paksa oleh polisi hanya berlaku bagi proses hukum. Sedangkan, forum rapat dengar pendapat di Pansus Angket merupakan proses politik.