JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini, Kamis (15/3/2048), undang-undang MD3 mulai berlaku meski Presiden Jokowi tak menandatanganinya.
Hal itu mengacu pada peraturan perundang-undangan yang menyatakan sebuah undang-undang berlaku dengan sendirinya selama 30 hari sejak disahkan meski tak diteken Presiden.
Presiden Joko Widodo memastikan dirinya tidak akan menandatangani lembar pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DRPD (UU MD3).
"Hari ini kan sudah terakhir dan saya sampaikan saya tidak menandatangani UU tersebut," kata Jokowi kepada wartawan di Serang, Banten, Rabu (14/3/2018).
(Baca juga: Jokowi: Saya Pastikan Tidak Menandatangani UU MD3)
Jokowi mengaku dirinya tidak menandatangani karena menangkap keresahan masyarakat terkait adanya sejumlah pasal kontroversial dalam UU MD3.
Jokowi mengaku tidak mendapatkan penjelasan mengenai sejumlah pasal kontroversial dalam UU MD3 dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Beberapa pasal yang dianggap kontroversial lantaran membuat DPR semakin superbody yaitu:
1. Pasal 73
Klausul revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dalam pasal ini ditambahkan frase "wajib" bagi polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR, namun enggan datang.
Ketua Badan Legislasi DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU MD3 Supratman Andi Agtas mengatakan, penambahan frase "wajib" dalam hal pemanggilan paksa salah satunya terinspirasi saat Komisi III memanggil gubernur.
Saat itu gubernur yang dipanggil tak kunjung hadir memenuhi undangan rapat dengar pendapat.
Selain itu, DPR juga melihat polemik Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak bisa menghadirkan lembaga antirasuah tersebut.
"Kemarin itu kan berlaku menyiasati apa yang terjadi bukan hanya dalam Pansus Angket. Itu yang kedua. Tapi ada satu pemanggilan yang dilakukan Komisi III terhadap seorang gubernur yang sampai hari ini tidak hadir di DPR. Itu pemicunya," kata Supratman usai rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Ia mengatakan, nantinya ketentuan itu akan diperkuat dengan ketentuan tambahan berupa Peraturan Kapolri (Perkap).
Penambahan frase "wajib", lanjut Supratman, merupakan respons atas kegamangan Kapolri saat dimintai Pansus Angket memanggil paksa KPK.
(Baca juga: Jokowi Akui Tak Dapat Laporan soal Pasal Kontroversial dalam UU MD3)