Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keterangan DPR Soal UU Ormas di MK Dinilai Sudah Basi

Kompas.com - 06/03/2018, 18:30 WIB
Yoga Sukmana,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS. com - Kuasa hukum pemohon uji materi UU Ormas menilai keterangan yang diberikan oleh DPR dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK) sudah basi.

Salah satu kuasa hukum pemohon, M Kamil Pasha mengungkapkan, berbagai penjelasan DPR sudah dipatahkan oleh para saksi ahli dari pemohon dalam sidang sebelumnya.

"Terus terang tanggapan dari pihak DPR itu bisa dikatakan out of date," ujarnya usai sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (6/3/2018).

Misalnya, terkait dengan peran pengadilan yang disebutkan oleh DPR tidak hilang. Sebab, PTUN bisa digunakan untuk menyelesaikan sengketa keputusan pencabutan status ormas oleh pemerintah.

Namun kata Kamil, saksi ahli dari pemohon yakni Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah Abdul Chair Ramadhan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Zen Zanibar MZ sudah memberikan penjelasan.

(Baca juga: DPR Minta MK Tolak Seluruh Gugatan UU Ormas)

Menurut Kamil yang mengacu kapada keterangan saksi ahli pemohon, dalam mencabut atau membubarkan ormas harus lewat pengadilan umum, tidak bisa melalui PTUN.

"Karena PTUN itu yang diadili satu, beschikking atau kebijakan pemerintah, yang sifatnya individual konkrit dan terbatas. Sehingga tidak bisa dikatakan PTUN bisa menggantikan peran pengadilan umum," kata Kamil.

"Apalagi ini aspeknya ada hukum pidana di situ. Konsekuensinya jika ormas dibubarkan, pengurus sampai dengan anggota bisa dihukum, ini bahaya banget nih," sambung dia.

DPR menilai dalil-dalil para penggugat undang-undang Ormas hanya asumsi semata. Pijakannya yakni berupa kekhawatiran pemohon terhadap produk hukum tersebut.

Hal ini disampaikan langsung oleh Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan yang mewakili DPR saat membacakan keterangan dalam sidang lanjutan uji materi UU Ormas di MK.

(Baca juga: DPR Sebut UU Ormas Batasi Pemerintah agar Tak Sewenang-wenang)

DPR juga memohon kepada majelis hakim untuk menimbang berbagai hal. Salah satunya yakni menolak semua gugatan UU Ormas yang diajukan oleh beberapa kelompok masyarakat.

Seperti diketahui, beberapa kelompok masyarakat melayangkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2/2017 tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) ke MK pada akhir 2017 lalu.

Para pemohon yang menggugat UU Ormas terdiri dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Forum Silaturahim Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia, Perkumpulan Hidayahtullah dan Munarman.

Beberapa pasal yang digugat dalam UU Ormas yakni Pasal 1 angka 6 sampai dengan 21, kemudian Pasal 62 ayat (3), Pasal 80A, Pasal 82A ayat (1) dan ayat (2). Pasal-pasal tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Kompas TV Perppu Sah Jadi UU, Ormas Resah? (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com